Selasa, 05 November 2013

Ganti Rugi (Ta’widh) Pada IB Hasanah Card (PT.Bank BNI Syariah Cabang Jambi)

GANTI RUGI (TA’WIDH) PADA IB HASANAH CARD
(PT. BANK BNI SYARIAH CABANG JAMBI)


Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Syarat- Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Ekonomi Syariah





Oleh :
SUYANTO
NIM : SE.090.126



KOSENTRASI AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2013H/1435M






BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Dalam pasal 1 Undang – Undang No. 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk  simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk - bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1] 
Bank syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Prinsip perbankan syariah memiliki tujuan yaitu agar dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana, dan membiayai kegiatan usaha. Kemudian dalam pelaksanaannya, perbankan syariah tidak berprinsip sama dengan perhitungan bunga dan perbankan syariah mempunyai prinsip hukum Islam.
Produk-produk yang dikeluarkan oleh perbankan syariah sangatlah berbeda dengan produk-produk yang ditawarkan oleh perbankan konvensional. Adapun produk-produk perbankan syariah meliputi, yaitu produk titipan meliputi wadiah (jasa penitipan) dan deposito mudharabah, produk bagi hasil, produk jual beli seperti murabahah, produk sewa seperti  al-ijarah kemudian produk jasa meliputi kafalah dan qardh.[2]
Selain produk-produk perbankan syariah yang ditawarkan diatas, perbankan syariah pun memberikan produk atau fasilitas yang dapat digunakan oleh nasabah yaitu berupa kartu ATM dan kartu kredit syariah (Syari’ah Card) yang pada saat ini telah berkembang pesat dikalangan masyarakat. 
Di dunia perbankan terdapat dua jenis kartu kredit yaitu kartu kredit syariah dan kartu kredit konvensional. Kartu kredit konvensional menurut PBI No.7/52/BPI/2005 adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari status kegiatan ekonomi, dan atau untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi dahulu oleh penerbit. [3] 
Kemudian kartu kredit syariah (Syariah Card) berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 54/DSN-MUI/X/2006 ialah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.[4]  
Ketentuan kartu kredit syariah (Syariah Card)  merujuk pada ayat Al-Qur’an  dalam surat Al-Baqarah ayat 280 yaitu :
bÎ)ur šc%x. rèŒ ;ouŽô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouŽy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ׎öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. šcqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ  
Artinya : “Dan jika ( Orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui[5].

Selain merujuk pada al- Quran ketentuan Syariah Card  juga merujuk pada Hadist Nabi yang diriwayatkan Bukhari Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam membayar hutangnya”[6]
Secara prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan syariah selama dalam prakteknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak. Di samping itu ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kredit tertentu.[7]
Penerbitan kartu kredit syariah  ini yang juga diterbitkan oleh PT. Bank BNI Syariah yang dulunya dipelopori oleh Bank Danamon Syariah, mengundang banyak tanggapan mengenai prinsip-prinsip syariah yang diterapkan. Daud Bakar, seorang profesor di IIUM Malaysia, berpendapat bahwa kartu kredit tidak dikenal dalam Islam, karenanya istilah yang paling tepat digunakan adalah kartu debit. Pendapat Daud Bakar tersebut meragukan kesyariahan kartu kredit karena dilandasi pada analogi bahwa kartu kredit sama dengan menganjurkan orang untuk berutang. Padahal di dalam Islam, berutang merupakan salah satu hal yang tidak dianjurkan.[8]
Menurut Muazammil Siddiqi menggunakan kartu kredit sama seperti menggunakan sistem perbankan modern. Kebanyakan bank modern berbasis riba dan kaum muslim terpakas menggunakannya karena bank yang bebas riba tidak ada. Diperbolehkan menggunakan jasa bank- bank demikian tanpa terlibat dalam riba. Dengan cara yang sama, diperbolehkan pula menggunakan kartu kredit tanpa terlibat dalam urusan riba. Tidak ada yang bertentangan dengan Islam dalam penggunaan jasa ini selama orang tidak menunda- nunda membayar tagihan dan membayar jumlah keseluruhan pada waktunya. Membayar bunga hukumnya haram. Meski begitu, orang diperbolehkan menggunakan kartu kredit sejumlah yang sanggup dibayar ketika tagihan jatuh tempo. Jika seseorang menggunakan kartu kredit untuk meminjam uang dengan bunga atau untuk membeli sesuatu yang tidak sanggup dibayar pada waktunya. Orang itu memperturutkan diri dalam riba yang diharamkan Islam.[9]
Sedangkan menurut Monzer Kahf perjanjian kartu kredit mempunyai sebuah klausul  bunga (riba) bersyarat. Kartu kredit bisa dipakai untuk membeli atau menarik uang tunai. Terserah pada konsumen untuk melakukan aktivasi atau tidak. Kalau anda membayar dalam masa tenggang tapa penarika tunai, tidak akan ada bunga. Penarikan dana tunai mengaktivasi kalusul bunga sejak penarikan (anda luput memperhatikan ini, anda bisa melihatnya pada bagian pernyataan ini, ini adalah tambahan bagi biaya 1,5%) dan meninggalkan saldo dalam rekening Ana mengaktivasi bunga sejak tanggal pernyataan (bukan sejak akhir masa tenggang).
Keterangan tersebut berarti bahwa sekalipun setiap muslim danbank syariah dilarang untuk menerbitakan perjanjian kartu kredit dengan syarat demikian dan setiap muslim juga dilarang menandatangani kontrak semacam itu, jika terdapat kemungkinan baginya untuk menggunkannya dengan cara yang mengaktifkan kalusul riba(padahal ini juga jauh lebih mahal ketimbang meminjamlangsung dari bank berbasis riba), diperbolehkan menandatangani perjanjian semacam itu dan menggunkan kartu kredit untuk pembelian. Hal ini hanya bagi kaum muslim yang yakin sanggup membayar dalam masa tenggang dan tidak menggunkannya untuk penarikan tunai(mereka harus yakin dengan akurasi dan kemampuan mereka membayar tepat waktu).[10]
Meskipun banyak pakar yang berpendapat tentang kartu kredit, Dewan Syariah Nasional tetap mengeluarkan fatwa tentang hukum kebolehan kartu kredit, yaitu fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Pihak DSN-MUI beralasan bahwa secara prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan syariah selama dalam praktiknya tidak bertransaksi dengan sistem riba.[11]
Sebagaimana penggunaan kartu kredit pada umumnya, seorang nasabah yang menggunakan kartu kredit sudah seharusnya memenuhi kewajiban baik dalam biaya, peraturan serta kebijakan yang telah ditentukan oleh pihak penerbit kartu. Begitu juga dalam penggunaan syariah card tentunya ada kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi oleh nasabah seperti halnya ketika nasabah terlambat dalam menyelesaikan pembayaran tagihan atas transaksi yang pernah dilakukan, keterlambatan tersebut akan dikenakan ta’widh(ganti rugi) sesuai aturan yang berlaku, berdasarkan fatwa dewan syariah nasional NO:43/DSN-MUI/VII/2004 tentang ganti rugi (ta’widh).
Dalam hal ini peneliti akan memfokuskan penelitian pada kesesuaian  tentang ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah Card dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO:43/DSN-MUI/VII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh). Ganti rugi yang dikenakan oleh  PT. BNI Syariah terhadap keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah Card itu berupa Biaya Penagihan.
PT.Bank BNI Syariah Cabang Jambi ini merupakan salah satu  bank yang mempunyai Produk Kartu Kredit Syariah ( Syariah Card), yang diberi nama IB Hasanah Card yang berarti Keutamaan/kebaikan, Keamanan, Kesehatan Badan, Cukup harta, Keluarga Sakinah, dan Unggul dalam persaingan.[12]  Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin mengetahui tentang Ganti rugi (ta’widh)  pada IB Hasanah  dengan mengangkatnya dalam sebuah penelitian dengan judul skripsi: “Ganti Rugi (Ta’widh) Pada IB Hasanah Card (PT.Bank BNI Syariah Cabang Jambi)”

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana prosedur pembayaran ganti rugi (ta’widh) atas  keterlambatan pembayaraan IB Hasanah Card  pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi?
2.      Bagaimana mekanisme perhitungan biaya IB Hasanah Card  pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi ?
3.      Apakah ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan  pembayaran IB Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh)?



C.  Batasan Masalah
      Mengingat begitu luas permasalahan yang ada dalam perbankan syariah, maka dalam penelitian ini penulis perlu memberikan suatu batasan masalah sehingga tidak terlalu luas dari inti masalah yang dibahas. Untuk itu penulis memfokuskan permasalahan pada  “Ganti Rugi (Ta’widh) Pada IB Hasanah Card (PT.Bank BNI Syariah Cabang Jambi)”

D.  Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a.       Memahami bagaimana prosedur pembayaran ganti rugi (ta’widh) atas keterlamabatan pembayaraan IB Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
b.      Untuk mengetahui mekanisme perhitungan biaya IB Hansanah Crad  pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
c.       Untuk memahami dan menganalisis kesesuaian antara ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah Card  pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi  dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:43/DSN-MUI/VIII/2004.
2.      Manfaat
Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a.       Untuk kalangan praktisi, penelitian ini diharapkan dapat  bermanfaat dalam pengembangan praktik pembayaran ganti rugi (ta’widh)  keterlamabatan pembayaraan IB Hasanah Card .
b.      Untuk kalangan akademisi atau peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan referensi dan dasar untuk melakukan penelitian yang sejenis pada masa yang akan datang.
c.       Untuk salah satusyarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu (SI) pada Fakultas Syariah Jurusan Ekonomi Islam di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

E.  Kerangka Teori
      Credit card adalah uang plastik atau suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang dapat dipergunakan sebagai alat  pembayaraan transaksi pembelian barang dan jasa, yang pembayaran dan pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.[13]       Dalam fiqh muamalah kartu kredit secara bahasa kata bithaqah ( kartu) secara bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya ditulis penjelasan yag berkaitan dengan potongan kertas itu. Sementara kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni berasal dari  kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara tertunda.[14]
       Dari sisi ekonomi kata Bitiqah al-i’timan di artikan sebgai berikut : Kartu khusus yang diterbitan oleh bank kepada nasabah itu mendapatkan barang dan jasa dari tempat – tempat tertentu dengan menunjukan kartu tersebut, Merchant(Penjual) memberikan barang dan jasa dan memberikan faktur (sales darf) yang ditandatangani oleh nasabah tersebut kepada bank Issuer , lalu bank melunasi nilai barang / jasa tersebut atau dengan mendebet rekeningnya yang masih berlaku kepada salah satu pihak yang terkait.[15]
       Abdul Sattar Abu Ghidah berpandangan bahwa sistem kartu mengandung Taukil dan kafalah serta Qardh al-hasan dalam bank Islam. Ghaidah mengungkapkan “ Hukum asal dalam penggunaan kartu adalah Taukil dan Kafalah serta kadangkala Qardh al-hasan di bank yang tidak mensyaratkan pengurangan langsung dan rekening nasabah (debit card). hanya saja pihak Issuer card membayarkan langsung dan kemudian ia meminta Card holder untuk melunasinya.[16]
       Kafalah pada dasarnya adalah akad suka rela yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk kerjasama dalam kebajikan dan penjamin berhak meminta gantinya kembali kepada terutang, sepantasnyalah ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut. Tetapi kalau terhutang sendiri yang memberinya sebagai hadiah untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya maka tidak menjadi masalah. Namun demikian, jika penjamin sendiri yang mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi kartu kredit dan sebagainya) tersebut dan tidak mau menjamin dengan sukarela, maka dibolehkan bagi pengguna jasa jaminan memenuhi tuntutan.
       Menururt Asmuni dalam tulisannya, Teori Ganti Rugi (daman) Perspektif Hukum Islam, menyebutkan sebagai berikut:  “Ide Ganti rugi terhadap korban perdata maupun pidana, sejak awal sudah disebutkan oleh nas Al-Qur’an maupun Hadis Nabi. Dari nas-nas tersebut para ulama merumuskan berbagai kaidah fiqh yang berhubungan dengan daman atau ganti rugi. Memang diakui sejak awal, para fuqaha tidak  menggunakan istilah masuliyah madaniyah sebagai sebutan tanggung jawab perdata, dan juga masuliyah al-jina’iyah untuk sebutan tanggung jawab pidana. Namun demikian sejumlah pemikir hukum Islam klasik terutama al-  Qurafi dan al-‘Iz Ibn Abdi Salam memperkenalkan istilah al-jawabir untuk sebutan ganti rugi perdata (daman) dan al-zawajir untuk sebutan ganti rugi pidana (uqubah diyat, arusy dan lain-lain). Walaupun dalam perkembangannya kemudian terutama era kekinian para fuqaha’ sering  menggunakan istilah masuliyah yang tidak lain merupakan pengaruh dari karya-karya tentang hukum Barat. Daman dapat terjadi karena penyimpangan terhadap akad dan disebut daman al-aqdi, dan dapat pula terjadi akibat pelanggran yang disebut daman ‘udwan. Di dalam menetapkan ganti rugi unsur-unsur yang paling penting adalah darar atau kerugian pada korban. darar dapat terjadi pada fisik, harta atau barang, jasa dan juga kerusakan yang bersifat moral dan perasaan atau disebut dengan darar adabi termasuk di dalamnya pencemaran nama baik.”[17]
       Dalam Islam istilah tanggung jawab yang terkait dengan konsep ganti-rugi dibedakan menjadi dua:[18]
1.      Daman akad (daman al’aqad), yaitu tanggung jawab perdata untuk memberikan ganti rugi yang bersumber kepada ingkar akad.
2.      Daman udwan (daman al’udwan), yaitu tanggung jawab perdata untuk memberikan ganti rugi yang bersumber kepada perbuatan merugikan (alfi’ladh-dharr) atau dalam istilah hukum perdata indonesia disebut dengan perbuatan melawan hukum.
       Biaya keterlambatan pembayaran syariah card merupakan biaya yang harus di keluarkan oleh nasabah pengguna syariah card, ketika seorang nasabah terlambat melakukan pembayaran tagihan atas transaksi yang telah di lakukannya setelah jatuh tempo yang ditetapkan. Biaya keterlambatan yang di keluarkan oleh nasabah merupakan  ganti rugi (ta’widh,). Ta’widh (ganti rugi), menurut pendapat Abd al-Hamid Mahmud al-Bali, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, Al-Qahirah al-Ma'had al-Alami li-al-Fikr al-Islami, berkenaan ganti rugi dalam Islam menyatakan bahwa: Ganti rugi karena penundaan pembayaran oleh orang yang mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan  pembayaran tersebut.[19] Kemudian biaya keterlambatan atas pembayaran tagihan syariah card pada IB Hasanah Card tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis kartu yang nasbah gunakan. Adapaun jenis kartu dalam IB Hasanah Card digolongkan atas 3 (Tiga) jenis yaitu Kartu Clasicc, Kartu Gold dan Kartu Platinum.[20]
       Biaya keterlambatan yang dibayarkan oleh nasabah merupakan biaya rill yang dikeluarkan oleh pihak bank. Bank hanya boleh mengakui biaya penagihan (ta’widh) yang nilainya sesuai dengan kerugian riil yang terjadi akibat penagihan yang dilakukan oleh bank. Misalnya dalam penagihan, bank menghubungi nasabah melalui telepon atau mendatanginya, maka biaya riil yang akibat penagihan ini dapat dibebankan kepada nasabah. Teknik dalam penagihannya pun harus memperhatikan aspek syariah, tidak boleh sama dengan kartu kredit konvensional.[21]
       Menurut Qadi Muhammad Taqyuddin al- Ustmani mengemukakan pendapatnya “ yang jelas Issuer Card (pihak penerbit) hanya membebankan biaya keterlambatan hanya ketika Card Holder (pengunna) terlambat membayar, padahal pihak bank telah memberikan tenggang waktu satu bulan atau dua bulan. Apabila Card holder bisa membayar nilai transaksi yang telah dilakukannya selama waktu tersebut maka ia tidak akan dibebani biaya apapun lagi. Namun, ketika ia terlambat dalam melakukan pembayaran maka ia akan dibebani dengan biaya keterlambatan”.[22]

F.   Tinjauan Pustaka
      Sejauh pengetahuan penulis ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan syariah card diantaranya Mahasiswa perguruan tinggi  dari Fak:Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2012 yaitu oleh Hidayat Muis dengan judul : Analisis penerapan fatwa DSN-MUI /vii/2004 tentang ta'widh pada pembiayaan mudharabah di PT Bank Syariah Bukopin. Diperoleh kesimpulan dengan hasil penelitian ini ta’widh merupakan sebagai bentuk proses ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak yang merasa kerugian atas biaya yang telah dikeluarkan atas dasar kemaslahatan dan biaya biaya ril yang dikeluarkan oleh bank syariah karena terjadinya proses perpanjangan dalam pembiayaan murabahah akibat dari penundaan pelunasan oleh nasabah debitur. Ta’widh merupakan dana ril yang telah dikeluarkan pihak bank syariah, sehingga dana ganti rugi yang didapat masuk ke dalam pendapatan bank syariah dalam perhitungannya      Penelitian yang lain di lakukan oleh Ganjar Hidayat Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Jogyakarta dengan judul : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kartu Kredit Syariah (Studi Tentang IB hasanh Card BNI Syariah) diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan akad dalam hasanah card sudah sesuai dengan hukum Islam, karena prosedur yang diberikan oleh pihak BNI Syariah dalam akad Hasanah Card telah memenuhi rukun dan syarat dalam islam, hal ini dilihat dari subyek akad dalam Hasanah Card.
      Kemudian peneliti yang lain yaitu Widyanti Khaeruddin mahasiswi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2012 dengan judul : Analisis Sistem Kartu Kredit Syariah (pada PT Bank BNI Syariah) di peroleh kesimpulan bahwa Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem kartu kredit syariah yang diterapkan oleh PT Bank BNI Syariah, serta persamaan dan perbedaan sistem antara kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional, serta kelemahan dan keunggulan kartu kredit syariah maupun konvensional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kartu kredit syariah yang dimiliki oleh PT Bank BNI Syariah telah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam fatwa dan surat persetujuan dari Bank Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa sistem kartu kredit yang dimiliki oleh kartu kredit syariah maupun konvensional adalah sama, baik ditinjau dari segi input, proses, dan outputnya. Perbedaan mendasar dari keduanya adalah penetapan fee (kartu kredit syariah) dan bunga (kartu kredit konvensional). Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa kartu kredit syariah maupun konvensional memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing.
      Berdasarkan penelusuran studi empiris yang dilakukan terhadap peneliti terdahulu terdapat kesamaan yaitu sama – sama membahas tentang  Syariah Card dan menggunakan metode kualitatif yang membedakannya adalah penelitian ini membahas kesesuaian denda keterlambatan karut kredit Syariah Card dengan fatwa DSN No. 43 tentang Ta’widh, sedangkan peneliti yang terdahulu membahas tentang hukum kartu kredit dalam Islam dan penerapan Fatwa No 43 dalam akad mudharabah kemudian tentang system Syariah card.

BAB II
METODE PENELITAN

A.  Tempat dan Waktu Penelitian
       Lokasi penelitian dalam melakukan penelitian ini adalah di PT. Bank BNI Syariah  Cabang Jambi dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013.

B.  Pendekatan Penelitian
       Dalam melakukan penelitian ini pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriftif dengan metode kualitatif. Deskriptif adalah suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap berkenaan dengan variable mandiri, baik hanya pada satu variable atau lebih (variable yang terdiri sendiri). Sedangkan kualitatif adalah metode penelitian yang dilandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawanya dalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai istrumen kunci, pengambilan sampel sumber data yang dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan dengan gabungan, analisis bersifat kualitatif, dan hasil penelitia kulitatif lebih menekan makna pada generalisasi.[23]



C.  Jenis dan Sumber Data
a.      Jenis Data
            Dalam melakukan penelitian ini data yang diperlukan terbagi atas dua jenis data. Adapun jenis data tersebut yaitu :
1)      Data Primer
            Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli. Dalam hal ini maka proses pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan memperhatikan siapa sumber utama yang akan dijadikan objek penelitian. Dengan demikia pengumpulan data primer merupaka bagian integral dari proses penelitian ekonomi yang digunakn utnuk megambil suatu keputusan. [24] Data primer juga disebut data asli atau data baru. Data primer yang penulis maksudkan dalam penelitian ini adalah data observasi, wawancara dan dokumentasi.
2)      Data Sekunder
            Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber – sumber yang ada. Data itu biasanya diperoleh dari perpustakaan atau laporan – laporan peneliti terdahulu.[25]  Misalnya dari biro statistik, majalah, Koran, keterangan dan publikasi lainya. Data ini juga didapat dari hasil membaca buku atau literature pendukung lainya atau buku – buku teks mengenai ta’widh  keterlambatan pembayaran kartu kredit (Syariah Card) dan penjelasan fatwa DSN NO:43/DSN-MUI/VIII/2004.
b.      Sumber Data
            Menurut Lofland dan Lofland dalam Lexy J. Moleong Sumber data utama adalah kata – kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lainya.[26] Dalam melakukan penelitin ini yang menjadi sumber data adalah :
1.      Pimpinan PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
2.      Bagian Pemasaran IB Hasanah Card
3.      Staf Bagian Umum PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
4.      Nasabah iB Hasanah Card

D.  Unit Analisis
       Penelitian ini dilakukan di PT. Bank BNI Syariah Jambi, karena itu unit analisis yang ditetapkan adalah PT. BNI Syariah Cabang Jambi, dengan waktu penelitian dilakukan pada tahun 2013. Pemilihan PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi sebagai unit analisis tersebut dikarenakan penelitian ini tidak menggunakan populasi dan sampel, namun hanya menggunakan dokumen- dokumen yang berasal dari PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi dan informasi – informasi yang berasal dari Karyawan dan Staf yang berada PT. Bank BNI Syariah cabang Jambi.
       Maka yang menjadi informannya adalah Pimpinan PT. Bank BNI Syariah, bagian pemasaran IB Hasanah Card, dan Staf bagian umum PT. Bank BNI Syariah cabang jambi. 

E.  Instrumen  Pengumpulan Data
            Agar mempermudah dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini maka diperlukan tekhnik dalam pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode:[27]
1.      Riset perpustakaan
            Metode perpustakaan adalah salah satu jenis metode penelitian kualitatif yang lokasi atau tempat penelitianya dilakukan di pustaka, dokumen, arsip, dan lain jenisnya. Atau dengan kata lain metode penelitian ini tidak menuntut kita mesti terjun kelapangan melihat fakta langsung sebagaimana adanya. Penulis disini memperoleh data – data tersebut dan mempelajarai buku tulisan, dan bahan - bahan lain yang erat kaitanya dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
2.      Riset lapangan
Metode lapangan merupakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan di tempat atau lokasi di lapangan. Metode ini dapat digunakan dalam semua bidang ilmu, baik ilmu kealaman maupun sosial humaniora sebab semua objek pada dasarnya ada di lapangan. Untuk itu penulis melakukan beberapa hal yaitu :
a.       Observasi
Observasi adalah sebagai aktifitas yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Didalam pengertian psikologis observasi atau yang disebut juga dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian semua objek dengan menggunakan seluruh indra.[28] Dengan menggunakan metode ini dimaksudkan agar peneliti  mendapatkan data tentang lokasi penelitian.
b.   Wawancara
        Berger dalam Rachmat Kriyantono menyatakan wawancara adalah percakapan antara seseorang periset yang berharap mendapatkan informasi dan informan sebagai seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting suatu objek.[29] Adapun data yang ingin peneliti dapatkan melalui metode wawancara ini yatiu:
1)      Prosedur pembayaran ta’widh (ganti rugi) atas keterlamabatan pembayaraan IB Hasanah Card pada PT. BNI Bank Cabang Jambi
2)      Mekanisme perhitungan biaya IB Hansanah Crad  pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
3)      Kesesuaian ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran IB Hasanah Card pada PT. BNI Bank Cabang Jambi dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
c.       Dokumentasi
Dokumentasi adalah cacatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya – karya monumental dari seseorang.[30] Metode dokumentasi ini digunakan oleh peneliti bertujuan untuk mendapatkan data tentang:
1)      Rincian biaya dalam IB Hasanah Card
2)      Ketentuan ta’widh (ganti rugi) IB Hasanah Card

F.    Teknik Analisi Data
     Setelah semua data diperoleh maka selanjutnya data tersebut dianalisis,  dengan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyerderhanaan data dalam bentuk yang lebih praktis untuk dibaca dan diinterprestasikan, yaitu diadakan pemidahan sesuai jenis dan masing-masing data, kemudian diupayakan analisanya dengan menguraikan dan menjelaskan, sehingga data tersebut dapat diambil pengertian dan kesimpulan sebagai hasil penelitian.
     Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa :[31]
a.       Analisis Domein
Analisis domein dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pengamatan berperanserta/wawancara atau pengamatan deskriftif yang terdapat dalam cacatan lapangan. Pengamatan deskriftif berarti mengadakan pengamatan secara menyeluruh terhadap sesuatu yang ada dalam latar penelitian. Teknik analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran secara umum mengenai ta’widh keterlambatan pembayaran kartu kredit di PT. BNI Bank Syariah cabang Jambi.
b.      Analis Taksonomi
Analisis taksonomi dilakukan dengan pengamatan dan wawancara terfokus berdasarkan fokus yang sebelumnya telah dipilih peneliti. Oleh hasil pengamatan terpilih telah dimanfaatkan untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Teknik analisis ini digunakan untuk menganalisis data secara mendalam mengenai ta’widh atas keterlambatan pembayaran Syariah Card berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.43/DSN MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi(ta’widh).
c.       Analisis Kompenensial
Analisis kompenensial dilakukan wawancara atau pengamatan terpilih untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Tekhnik analisis ini digunakan untuk menganalisa, menghubungkan dan menggolongkan bagian data yang diobservasi yaitu kesesuaian pembayaran ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran Syariah Card Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional DSN NO:43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh) (Studi Kasus PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi)

G. Sistematika Penulisan
       Sistematika penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab, hal ini dimaksudkan agar mempermudah dalam penulisan skripsi dengan penjelasan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini pada hakikatnya membahas pijakan bagi penulis skripsi, dengan sub bab latarbelakang masalah lebih dimaksudkan untuk lebih melihat permasalahan yang dianggap menarik untuk dibahas dan dilakukan penelitian. Inti atau pokok permasalahan dalam pembahasan ini diperlihatkan dalam rumusan masalah. Kemudian dengan memandang bahwa penulisan sebuah karya ilmiah tidak dapat lepas dari manfaatnya berupa kontribusi yang diberikan dari pemaparan pembahasan serta seberapa jauh kegunaan penelitian akademik berikutnya, tujuan dan kegunaan penelitian.
Bab ini mencakup, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan tinjaun pustaka. Diharapkan bab pendahuluan dapat memberikan dan memperlihatkan kerangka, arah dan pijakan penulis.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab II menjelasakan tentang tempat  dan waktu penelitian, kemudian menjelasakan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan dalam peneltian  serta sistematika pembahasan.
BAB III : RUANG LINGKUP KARTU KREDIT
Bab III menjelaskan tentang gambaran umum Kartu kredit konvensional dan kartu kredit syariah. Dimana kartu kredit konvensional dijelaskan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan Kartu. Sedangkan kartu kredit syariah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang meliputi pengertian dan akad- akad kartu kredit syariah. Kemudian juga dijelaskan tentang ta’widh (ganti rugi )dalam iB Hasanah Card.
BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Bab IV menjelaskan inti pembahasan skripsi yakni memaparkan tentang Ganti Rugi (Ta’widh) pada IB Hasanah Card PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi, yang meliputi prosedur pembayaran Ganti Rugi atas keterlambatan pembayaran tagihan Syariah Card, kemudian mengenai mekanisme perhitungan biaya  IB Hasanah Card selanjutnya kesesuaian ganti rugi (Ta’widh) Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi dengan Fatwa DSN No. 43/VIII/ tahun 2004.

BAB V : PENUTUP
Bab penutup terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, saran – saran dan kata penutup serta dilengkapi dengan daftar pustaka.

H.   Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Tahun 2013
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
1
Pembuatan Proposal
X
X






















2
Pengajuan 
Judul


X





















3
Bimbingan Proposal dan Seminar



X
X
X


















4
Perbaikan Proposal






X
X
















5
Surat izin
Riset








X
X














6
Riset dan Pengelolahan data 










X
X
X
X










7
Bimbingan Dan perbaikan














X
X








8
Agenda Dan Ujian Skripsi
























9
Perbaikan Dan Penjilidan



























BAB III
RUANG LINGKUP KARTU KREDIT

A.   Ruang Lingkup Kartu Kredit Konvensional
      Berdasarakan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Bahwa Kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu (AMPK) yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegitan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati baik secara sekaligus (change card) ataupun secra langsung.[32]
      Sementara itu bentuk dari pada kartu kredit yaitu persegi panjang dimana tertera nama bank penerbit, nomor dan nama pemegang kartu, tanggal dan tahun berlakunya, gambar serta logo visa dan logo huruf C untuk kartu Classic atau logo huruf P untuk kartu Gold datau primer atau platinum.[33]
      Dalam sebuah kartu kredit baik yang diterbitkan oleh bank konvensional maupun syariah terdapat beberapa pihak – pihak yang terlibat di dalamnya yaitu:[34]
1.      Bank dan lembaga pembiayaan
Fungsi bank dan lembaga pembiayaan adalah sebagai pihak penerbit dan/ atau pihak pembayar kartu kredit yang ditagihkan oleh pedagang(merchant).
2.      Pedagang (Merchant)
Pedagang adalah mitra bank dan lembaga pembiayaan, sebagai tempat belanja bagi pemegang kartu, contoh merchant adalah hotel, super market, pasar swalayan, bioskop, tempat- tempat hiburan, dan tempat – tempat lainya dimana bank dan lembaga pembiayaan mengikat perjanjian.
3.      Pemegang kartu (Card Holder)
Merupakan nasabah yang namanya tertera dalam kartu kredit sekaligus merupakan pihak yang berhak menggunakan kartu kredit tersebut.

Kartu kredit merupakan bagian dari beberapa bentuk kartu kerja sama finansial. Kartu kredit ini terbagi menjadi dua :[35]
1.      Kartu kredit pinjaman yang tidak diperbaharui (charbe card)
Di antara keistimewaaan paling menonjol dari kartu ini adalah diharuskannya menutup total dana yang ditarik secara lengkap dalam waktu tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana tersebut. Biasanya waktu yang diperkenankan tidak lebih dari tiga puluh hari, namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa kartu terlambat membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia akan dikenai denda keterlambatan. Dan kalau ia menolak membayar, keanggotaanya dicabut, kartunya ditarik kembali dan persoalannya diangkat ke pengadilan.
2.      Kartu kredit pinjaman yang bisa diperbaharui (Revolving Credit Card)
Jenis kartu ini termasuk yang paling popular diberbagai Negara maju. Pemilik kartu ini diberikan pilihan cara menutupi semua tagihanya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditoleransi atau sebagian dari jumlah tagihanya dan sisanya diberikan dengan cara ditunda, dan dapat diikutkan pada tagihan berikutnya. Bila ia menunda pembayaran, ia akan dikenakan dua macam bunga : pertama bunga keterlambatan, kedua bunga dari sisa dana yang belum ditutupi. Kalau ia berhasil menutupi dana tersebut dalam waktu yang ditentukan, ia hanya terkena satu macam bunga saja, yaitu bunga penundaan pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara simultan.




B.  Ruang Lingkup Kartu Kredit Syariah
        Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, kartu kredit syariah adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan system yang sudah ada) antara pihak berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.[36]
        Adapun pengertian IB Hasanah Card yaitu kartu pembiayaan syariah yang diterbitkan oleh PT Bank BNI Syariah, terdiri dari kartu classic, gold dan platinum berdasarkan tingkat kemampuan pemegang kartu dalam melunasi kartu pembiayaan syariahnya.[37]
                Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari website resmi PT.Bank BNI Syariah tentang Kartu Kredit iB Hasanah Card yaitu: [38]
Kartu iB Hasanah Card secara syariah dikenal dengan kartu pembiyaan syariah yang merupakan salah satu produk unggulan BNI Syariah, dimana hanya ada tiga pemain utama pada bisnis kartu pembiayaan syariah ini. Bertepatan acara Festival Ekonomi Syariah (FES) yang diselenggarakan oleh BI pada tanggal 7 Februari 2009, BNI Syariah melaunching iB Hasanah Card dengan menggandeng provider Master Card Internasional. iB Hasanah Card ini telah sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006, dengan akad kafalah (prinsip perwakilan), qard (prinsip utang-piutang tanpa bunga/denda) dan ijarah (sistem biaya sewa atas penyediaan jasa). 
Hasanah Card mempunyai fitur yang lebih menarik dibandingkan kartu kredit konvensional, dengan segmen pasar tidak hanya terbatas pada pasar muslim saja tetapi juga segmen pasar rasional (non muslim). Biaya dalam kartu Hasanah Card lebih kompetitif dan ekonomis dibandingkan di konvensional, dengan transaksi yang sama nilainya total biaya bulanan pada Hasanah Card lebih kecil dibandingkan biaya pada kartu kredit konvensional.
Selain program-program yang ditawarkan tersebut, IB Hasanah Card sendiri berbeda dengan kartu kredit konvensional lainnya, dalam beberapa hal:
1.      Untuk menghindari efek konsumtif, BNI Syariah mengantisipasi dengan mengatur sistem pengelolaan kartu sedemikian rupa sehingga memiliki batasan yang bernilai positif bagi pemegangnya, antara lain tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf).
2.      Pemegang kartu harus memiliki kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya, agar terhindar dari dampak negatif kartu pembiayaan
3.      Hasanah Card tidak dapat hanya dapat digunakan untuk transaksi yang sesuai syariah dan hanya bisa diakses oleh merchant yang tidak melanggar prinsip syariah. Jadi Hasanah Card  tidak dapat digunakan di toko yang menjual minuman keras, diskotik, night club, tempat judi dan tempat yang tidak syariah lainnya karena sistem langsung menolak kartu tersebut secara otomatis.   
Untuk lebih jelasnya perbedaan Kartu kredit Konvensional dengan kartu kredit syariah dapat dilihat dalam tabel berikut :


Tabel 3.1
Perbedaan Kartu Kredit Konvensional dengan Kartu Kredit Syariah (IB Hasanah Card)
Penjelasan
Kartu Kredit Regular
Hasanah Card
Dasar hukum
UU Perbankan
UU Perbankan UUPS, Fatwa DSN
Penerbit
Bank Konvensional
BNI Syariah, bekerja sama dengan pihak terkait
Provider
Master Card & Visa
Master Card
Perjanjian/akad
-
Kafalah, qardh & ijarah
Ketentuan penggunaan
Tidak dibatasi
Hanya dapat digunakan untuk transaksi yang sesuai syariah
Fitur
Cash advance, danaplus, extra dana, smartspending, transfer balance, executive lounge, dsb
Fitur sama dgn kartu kredit regular, yg membedakan cara penetapan fee-nya
Pendapatan bank
Annual fee, bunga atas transaksi, merchant fee, denda keterlambatan
Annual fee, monthly fee, merchant fee, biaya penagihan
Cash collateral
Tidak diperlukan
Diperlukan untuk kartu classic 10% dari limit kartu
Sumber : www.bnisyariah.co.id
     Adapun akad- akad dalam mekanisme transaksi kartu kredit yaitu :[39]
a)      Hubungan Antara Issure dengan Card Holder
       Issure berkewajiban untuk membayar semua nilai transaksi yang dilakukan Card Holder dengan Merchant, Issure merupakan Kafil (penanggung) bagi Card Holder di hadapan Merchant. Hubungan kontark antara Issure dan Card Holder adalah hubungan pertanggungan(kafalah), menanggung sesuatu yang belum wajib menjadi pertanggungan (dhaman maa lam yaji) pen-jamin terhadap utang yang akan menjadi kewajiban).  

b)      Hubungan Antara  Card Holder dengan Merchant
       Kontrak yang terjadi antara Card Holder dengan merchant bisa berupa akad jual beli atau ijarah (SEWA). Jika merchant Menjual barang keapada card holder, maka akadnya adalah al-ba’i (Jual beli), namun jika yang ditawarkan merchant berupa jasa, maka akadnya adalah ijarah. Untuk kedua akad ini merchant berhak mendapatkan upah atau pembayarn langsung dari Issure yang menanggung seluruh transaksi yang dilakukan card holder.

c)      Hubungan antara Issure dan Merchant
Setelah melakukan kontrak penerbit kartu dengan card holder, issure berkewajiban untuk membayar seluruh transaksi finansial yang menggunakan kartu, dan ini merupakan hakikat atas konsepsi al-kafalah bi al-mal. Ketika card holder Menggunakan kartu bertransaksi dengan merchant, maka merchant yakin bahwa pihak Issure akan menjadi Kafil dan membayar seluruh nilai transaksi yang dilakukan card holder.
       Kemudian dalam sebuah mekanisme syariah card, tentunya ada beberapa hal yang menyangkut didalamnya, termasuk ketika nasabah terlambat membayar tagihan atas transaksi yag pernah dilakukan. Mengenai  hal tersebut pihak bank menyelesaikanya menggunakan jalan musyawarah, akan tetapi ketika jalan musyawarah tidak tercapai suatu kesepakatan antara kedua belah pihak (pengguna kartu kredit dengan bank) masalah tersebut akan diselesaikan melalui Badan Arbritase Syariah.
       Dalam ketentuan pasal 6 undang – undang Arbritase dan Alternatif penyelesaian sengketa tidak mengatakan bahwa koneksitas antara tahap negosiasi dengan lembaga APS ( Alternatif Penyelesaian Sengketa) dan lembaga arbritase harus terjadi secara berurutan, yang secara imperative harus dimulai dari negosiasi, mediasi, yang diakhiri di Arbritase. Dengan tidak adanya ketentuan yang bersifat imperative, maka para pihak yang bersengketa atau beda pendapat mempunyai hak opsi untuk lebih memilih, untuk langsung minta penyelesaian ke Arbritase.[40]
       R. Subekti dalam  Dewi Nurul Musjtari mengartikan Arbritase Syariah adalah suatu penyelesaian sengketa atau pemutusan sengketa yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang arbriter berdasarkan persetujuan para pihak akan tunduk pada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh arbriter yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.[41]
       Dalam Dewi Nurul Musjtari berdasarkan pasal 1 ayat (1) undang – undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbritase dan alternative penyelesaian sengketa disebutkan bahwa : Arbritase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbritase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.[42]



















BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A.    Prosedur Pembayaran Ta’widh (Ganti Rugi) Atas Keterlambatan Pembayaraan IB Hasanah Card Pada PT. BNI Bank Cabang Jambi
            Bank merupakan sebuah lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat ke masyarakat, saaat ini ada dua jenis bank khususnya di Provinsi Jambi yaitu bank konvensional dan bank syariah, dimana kedua jenis bank tersebut saling bersaing dalam produk- produk yang mereka keluarkan. Salah satu produk dari bank- bank tersebut yaitu kartu kredit, dimana kartu kredit ini berfungsi untuk memanjakan nasabah dalam sebuah transaksi baik pengambilan tunai atau belanja, seorang nasabah tidak perlu membawa unag tunai karena dengan kartu tersebut orang dapat melakukan transaksi yang diinginkan, hal ini  juga untuk menghindari tindak kriminal seperti pencopetan dan lain – lain.
            Dalam setiap melakukan transaksi terkhusus bagi seorang nasabah bank yang menggunakan produk IB Hasanah card tentunya ada beberapa prosedur yang harus diikuti seorang nasabah tersebut. Salah satu prosedur  yang ada dalam IB hasanah card yaitu ketika nasabah terlambat membayar tagihan atas transaksi yang dilakukanya prosedur tersebut adalah prosedur pembayaran ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran transaksi yang pernah dilakukan.  Seseorang yang terlambat dalam membayar transaksi yang dilakukan tidak akan dikenakan denda tetapi dikenakan ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan yang terjadi.
            Ta’wid (ganti rugi) yang dikenakan kepada nasabah berlaku bila nasabah terlambat membayar tagihan atas penggunaan IB Hasanah card, dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh pihak penerbit. Mengenai hal tersebut juga dijelaskan oleh salah satu staf BIC (Branch Internal Control) bagian dari penerbit IB Hasanah card yang dilakukan melalui wawancara.
            Adapun dari hasil wawancara tersebut beliau mengatakan:
      “Prosedur pembayaran Ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah card yang ditetapkan oleh PT. Bank BNI syariah yaitu Nasabah IB Hasanah card bisa membayar ganti rugi tersebut melalui ATM (Anjungan Tunai mandiri), kemudian bisa melalui Bank, akan tetapi yang sering dilakukan oleh nasabah mereka melakukan pembayaran melalui bank.”[43]


            Kemudian peneliti diarahkan untuk menghubungi bagian Call center pusat yang berada di Jakarta, agar lebih jelas mendapatkan informasi tentang prosedur pembayaran ta’widh atas keterlambatan pembayaran tagihan, dan wawancara ini dilakukan peneliti melalui telepon dengan salah satu staf bagian pelayanan. Mengenai prosedur pembayaran atas keterlambatan tersebut beliau menjelaskan :

            “Untuk pembayaran ta’widh atau ganti rugi atas keterlambatan pembayaran tagihan, nasabah dapat melakukan pembayaran  ganti rugi tersebut lewat ATM dan Bank”[44]

            Kemudian peneliti juga mewawancarai seorang nasabah S yang menggunakan IB Hasanah Card, peneliti menanyakan tentang bagaimana ia melakukan pembayaran ta’widh atas keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah Card. Dan ia mengatakan bahwa :
        “Saya sudah 1 tahun menggunakan kartu kredit ini, akan tetapi alhamdulliah sampai saat ini juga saya belun pernah terlambat melakukan pembayaran atas taighan transaksi yang pernah saya lakukan, tapi sebelum saya menggunakan kartu ini ketika dalam proses pengajuan pembuatannya saya diberi penjelasaan bahwa pihak bank tidak menginginkan nasabah melakukan keterlambatan pembayaran. Namun ketika terjadi keterlambatan pembayaran tagihan, nasabah dikenakan ganti rugi yang dapat dibayarkan melalui ATM dan Bank”[45]


      Dari beberapa penjelasan tentang prosedur pembayaran ta’widh atas keterlambatan pembayaran tagihan atas transaksi yang dilakukan seorang nasabah, ternyata nasabah IB Hasanah Card dapat melakukan pembayaran ta’widh tersebut melalui ATM dan Bank. Pada dasarnya penggunaan ATM dan Bank untuk melakukan pembayaran ta’widh dimaksudkan untuk mempermudah nasabah dalam melakukan pembayaran.


B.     Mekanisme Perhitungan Biaya IB Hasanah Card  Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
                  Dalam menentukan biaya yang dikenakan kepada pengguna IB Hasanah Card , PT. Bank BNI Syariah menentukan beberapa jenis biaya. Biaya yang dikenakan disesuaikan dengan jenis kartu, hal ini dimaksudkan agar mempermudah dalam mekanisme perhitungan biaya yang dikenakan dan mempermudah nasabah dalam bertransaksi dengan menggunakan kartu IB Hasanah Card. Setiap jenis kartu IB Hasanah Card memiliki Limit Kartu yang telah ditentukan oleh pihak penerbit, adapun rincian dari limit jenis kartu tersebut yaitu:[46]

Tabel 4.1. Limit kartu iB Hasanah Card

Classic
Gold
Platinum
Limit Kartu
Rp. 4000.000,-
Rp. 10.000.000,-
Rp. 40.000.000,-
Rp. 6.000.000,-
Rp. 15.000.000,-
Rp. 50.000.000,-
Rp. 8.000.000,-
Rp. 20.000.000,-
Rp. 75.000.000,-

Rp. 25.000.000,-
Rp. 100.000.000,-

Rp. 30.000.000,-
Rp. 125.000.000,-
(max Rp. 900.000.000,-)

       Selain menentukan limit kartu pihak Bank juga menentukan nasabah yang akan menggunakan IB Hasanah card dengan cara menyeleksi nasabah. Hal ini di perjelas dari hasil wawancara yang diakukan oleh peneliti dengan pihak bank Bagian Pemasaran IB Hasanah Card. Yang menjelaskan bahwa :
         “limit kartu yang diajukan oleh nasabah belum tentu akan di Acc oleh pihak penerbit dalam hal ini BNI Pusat, karena dalam menentukan pemberian limit kepada nasabah melalui analisis dari orang pusat, bisa jadi limit yang diberikan kepada nasabah lebih besar atau lebih kecil dari limit yang diajukan oleh nasabah”.[47]


       Dalam menentukan nasabah yang akan menggunakan IB Hasanah Card ini dimaksudkan agar nasabah tidak mengalami keterlambatan dalam pembayaran tagihan. Seperti yang dituturkan oleh Staf BIC PT. Bank BNI Syariah cabang Jambi bahwa :
       “Maksud kami dari pihak bank menyeleksi nasabah, kami melakukan demikian bukan kami bermaksud untuk membatasi nasabah yang ingin menggunakan produk kami, akan tetapi karena  kami ingin memiliki nasabah yang bertanggung jawab dalam menyelesaikan pembayaran transaksi yang dilakukannya. dengan ketentuan dilihat dari penghasilan bulanan, kebutuhan bulanan, bagi yang telah menikah mencamtumkan berapa jumlah anak.”[48]
      
       Selain itu pihak bank juga mengeluarkan jenis biaya yang dikenakan kepada nasabah pengguna IB Hasanah card, adapaun jenis biaya tersebut adalah :[49]

1.      Annual Membership Fee (Iuran Tahunan)
            Adapun rincian dari biaya Annual membership Fee (Iuran Tahunan) sebagai berikut:


Tabel 4.2.  Annual Membership Fee (Iuran Tahunan) iB Hasanah Card

Classic
Gold
Platinum
Kartu Utama
Rp. 120.000,-
Rp. 240.000,-
Rp. 600.000,-
Kartu Tambahan
Rp. 60.000,-
Rp. 120.000,-
Rp. 300.000,-

Sedangkan iuran tahunan untuk kartu kredit bank BNI konvensional  yaitu sebagai berikut :[50]
Tabel 4.3. Iuran Tahunan Kartu Kredit BNI Konvensional
Jenis Kartu
Silver
Gold
Style Titanium
Platinum
Kartu Utama
Rp. 120.000,-
Rp.240.000,-
Rp. 500.000,-
Rp.600.000,-
Kartu Tambahan
Rp.   60.000,-
Rp.120.000,-
Rp. 100.000,-
Rp.300.000,-

            Dari tabel iuran tahunan tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah jenis kartu, pada bank BNI Syariah jenis kartu yang ada yaitu terdiri dari kartu Classic, Gold, Platinum sedangkan kartu kredit BNI konvensional terdiri dari Silver, Gold, Style Titanium dan Platinum. Kemudian untuk biaya yang dikenakan pada masing – masing  jenis kartu dari dua bank tersebut adalah sama.

2.      Monthly Membership Fee (Iuran Bulanan)
             Adapaun rincian dari biaya Monthly Membership Fee (Iuran Bulanan) sebagai berikut :
Tabel 4.4. Monthly Membership Fee (Iuran Bulanan)

Classic
Gold
Platinum
Kategori 1
Rp. 118.000,-
Rp. 295.000,-
Rp. 1.180.000,-
Kategori 2
Rp. 177.000,-
Rp. 442.000,-
Rp. 1.475.000,-
Kategori 3
Rp. 236.000,-
Rp. 590.000,-
Rp. 2.212.500,-
Kategori 4

Rp. 737.000,-
Rp. 2.950.000,0
Kategori 5

Rp. 885.000,-
Rp.3.687.000,-
(max Rp. 26.550.000,-)

3.      Pembayaran Minimal 10% dari tagihan atau sesuai cicilan
             Minimal pembayaran dari tagihan 10% merupakan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pihak penerbit yakni PT. Bank BNI Syariah, yang mana ketentuan tersebut harus di taati oleh nasbah iB Hasanah card. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan staf BIC yang mengatakan bahwa :
               “ia memang itu sudah ketentuan dari kami, jadi ketetntuan tersebut memang harus di taati oleh setiap nasabah kartu iB Hasanah, kalau untuk rumus bagaimana bisa ditetapkan 10% untuk minimal pembayaran tagihan itu tidak ada. Memang sudah ketentuan kami dari pihak bank”[51]


4.      Biaya pengambilan tunai Rp. 25.000,- per transakasi
Hal tersebut sangat berbeda dengan kartu kredit bank BNI konvensional, unutk biaya  penarikan tunai kartu kredit BNI konvensional yaitu sebesar 6% dari jumlah penarikan tunai, atau Minimal Rp. 50.000,- untuk Kartu Silver dan Gold. Minimal Rp. 100.000,- untuk kartu Titanium dan Platinum. [52]
       Mengenai keempat biaya dalam iB Hasanah Card tersebut diperjelas melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan Staf BIC (Branch Internal Control) yang menjelaskan bahwa :
         “Pihak bank telah menetapkan biaya – biaya yang dikenakan kepada nasabah seperti yang tertera pada brosur. Untuk Annual Membership Fee dan Monthly Membership Fee merupakan biaya dari akad Ijarah (Akad Sewa) dan nasabah minimal melakukan pembayaran tagihan minimal 10% dari tagihan atau cicilan, kemudian ketika nasabah melakukan transaksi pengambilan tunai dikenakan biaya Rp. 25.000,- per transaksi. Perlu diketahui bahwa biaya ini dimaksudkan untuk membayar Master Card”[53]
           
Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa :

“Ketika seorang nasabah IB Hasnah Card melakukan transaksi kemudian nasabah tersebut mendapatkan surat tagihan atas transaksi yang dilakukanya, akan tetapi ketika nasabah tersebut hanya membayarkan separuh atau 10% dari tagihan yang nasabah dapatkan maka akan dikenakan biaya yang disebut Net Monthly membership Fee


Untuk mengetahui mekanisme perhitungan biaya Net Monthly membership Fee peneliti diarahkan untuk melihat dalam brosur, berikut perhitungan dari biaya tersebut:
Tabel. 4.5. Contoh perhitungan Net Monthly Membership Fee
A
Limit Kartu Glod Kategori
Rp. 10.000.000,-
B
Monthly Membership Fee
Rp. 295.000,-
C
Penggunaan Kartu
Rp. 1.000.000,-
D
Outsanding Setelah Pembayaran
Rp. 900.000,-
E
Cash Rebate
Rp. (259.350.)
F
Net Monthly Membership Fee
Rp. 35.650,-

Berikut penjelasan dari penjelasan mekanisme perhitungan biaya Net Monthly Membership Fee limit kartu gold Rp.10.000.000,-, dimana monthly fee nya Rp 295.000,-, tanggal 1 maret melakukan transaksi belanja sebesar Rp.1.000.000,-, dimana ditanggih pada tanggal 18 Maret dan jatuh tempo tanggal 8 April 2013, dimana pada tanggal 5 Maret 2013 melakukan pembayaran sebesar Rp.100.000,-, maka outstanding (sisa hutang yang belum dibayar) adalah Rp.900.000,-. Maka Net Monthly Membership Fee adalah sejumlah Rp. 35.650,- ( Monthly Membership Fee – cash Rebate).
      
Dalam mekanisme perhitungan biaya iB Hasanah Card tersebut ada bentuk apresiasi dari pihak bank yang diberikan kepada nasabah, bila nasabah melakukan cicilan pembayaran tagihan. Bentuk apresiasi dari bank tersebut adalah Cash Rebate, hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Staf BIC beliau mengatakan bahwa :
Cash Rebate itu bentuk apresiasi kami kepada nasabah, bila nasabah telah melakukan pembayaran tagihan dengan cicilan, dan yang mengatur pemberian Cash Rebate adalah pihak bank. Kemudian kami tidak mengenakan yang namanya bunga berbunga seperti bank konvensional”[54]

Dari mekanisme perhitungan biaya iB Hasanah Card bahwasanya pihak bank memberikan pelayanan yang terbaik untuk nasabah dengan prinsip syariah, dimana dalam prosedur mekanisme perhitungan biaya mereka melakukannya secara transaparan kepada nasabah dan dengan perhitungan yang rill. Dari pihak bank juga memberikan beberapa keringanan biaya kepada nasabah, terkhusus ketika nasabah melakukan sebuah transaksi dan membayar tagihan atas transaksi tersebut dengan membayar sebgaian (mencicil), salah satu bentuk keringanan yang diberikan oleh bank kepada nasabah ialah Cash Rebate.

C.    Kesesuaian Tawidh (Ganti Rugi) Atas Keterlambatan pembayaran IB Hasanah Card pada PT. BNI Bank Cabang Jambi dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh)
      Ta’widh yang telah ditentukan oleh PT. Bank BNI Syariah merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh nasabah IB Hasanah Card ketika nasabah tersebut terlambat dalam melakukan pembayaran tagihan atas transaksi yang pernah dilakukan, dalam  hal ini ta’widh  akan dikenakan kepada nasabah setelah mendapatkan tagihan baru setelah tanggal jatuh tempo bulan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh karyawan Bank Staf Bagian Umum.
        Ta’widh dalam IB Hasanah Card itu berlaku setelah tanggal jatuh tempo net monthly fee bulan pertama, misalkan tanggal jatuh tempo 18 Maret (net monthly membership fee), maka tanggal 18 April akan dikenakan ta’widh. Akan teteapi sepengetahuan kami, khusus nasabah iB Hasanah Card di Jambi memang belum ada kasus seperti itu dalam arti nasabah belum ada yang terlambat membayar tagihan, kalau memang ada pasti kami tahu hal itu”[55]


              Kemudian peneliti juga disarankan untuk menghubungi pihak Call center pusat guna memperoleh informasi tentang ketentuan ta’widh. Setelah peneliti menghubungi pihak call center dan dengan melakukan wawancara melalui via telefon, pihak call center  mengutarakan bahwa :

“Begini pak, untuk ketentuan ta’widh dalam IB Hasanah Card akan dikenakan kepada nasabah ketika nasabah tersebut tidak membayar tagihan atas transakasi yang dilakukan setelah ada surat tagihan kedua setelah tanggal jatuh tempo bulan sebelumnya. Kemudian ta’widh ini merupakan ketentuan dan kebijakan dari kami yang harus ditaati oleh nasabah penggguna IB Hasanah card diseluruh Indonesia. Untuk lebih jelasnya bapak bisa melihat ketentuan ta’widh melalui website resmi kami di www.bnisyariah.co.id, karena ketentuan tersebut belum berubah sampai pada saat ini”[56]


        Kemudian informasi mengenai ketentuan ta’widh yang peneliti dapatkan dari website resmi PT. Bank BNI Syariah dapat dilihat pada table berikut:[57]
Tabel 4.6. Biaya Penagihan (Ta’widh)

Jenis Kartu
Classic
Gold
Platinum
x-Days - 29 days
Rp. 15.000,-
Rp. 35.000,-
Rp. 110.000,-
30 - 59 days
Rp. 20.000,-
Rp. 50.000,-
Rp. 160.000,-
60 - 89 days
Rp. 25.000,-
Rp. 65.000,-
Rp. 220.000,-
90 - 119 days
Rp. 40.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 340.000,-
120 - 149 days
Rp. 50.000,-
Rp. 120.000,-
Rp. 410.000,-
150 - 179 days
Rp. 60.000,-
Rp. 150.000,-
Rp. 480.000,-
> 180 days
Rp. 320.000,-
Rp. 800.000,-
Rp. 2.800.000,-

Pihak PT. Bank BNI Syariah mengaplikasikan ta’widh dalam IB Hasanah Card berdasarkan ketentuan yang ada dalam fatwa DSN No.43/VIII/2004, hal ini juga dipaparkan oleh staf bagian umum dalam wawancara yang menyatakan bahwa :
“Kami(PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi) sebagai perpanjangan tangan dari pihak pusat untuk membantu memasarkan salah satu produk kami yaitu kartu kredit IB Hasanah Card, dimana semua prosedur dan ketentuan dalam IB Hasanah Card mengikuti ketentuan dari Fatwa Dewan Syariah Nasional. Contohnya seperti yang saudara tanyakan mengenai ta’widh, nasbah akan dikenakan ta’widh ketika nasabah sengaja lupa membayar tagihan sementara sudah diingatkan baik melalui surat tagihan dan via telefon, kemudian biaya yang kami tetapkan sesuai dengan biaya riil yang kami keluarkan selama dalam proses penagihan dan  proses penyelesaian pembayaran tagihan. Dan satu lagi bahwa nasbah juga menyalahi akad”[58]


Kemudian penjelasan ini dilanjutkan oleh wawancara peneliti dengan call center bagian pelayanan IB Hasanah Card sesuai yang diarahkan oleh Staf bagian umum PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi, bahwa :
“Sesuai dengan fatwa DSN yang ada bahwa kami sebagai pihak penerbit mengakui biaya ganti rugi itu sebagai pendapatan kami dan jumlah biaya tersebut sudah kami tetapkan, selanjutnya untuk masalah cara pembayarannya sesuai dengan ketentuan kami yaitu melalui bank dan ATM. Seandainya nasabah kami juga tidak beretikat baik untuk menyelesaikan tanggung jawabnya dan sudah dilakukan musyawarah maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritrase Syariah.”[59]


Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan ketua MUI provinsi Jambi untuk lebih jelas mendapatkan informasi mengenai ta’widh. Dan beliau menjelaskan bahwa :
Ta’widh yang diterapkan oleh PT. Bank BNI Syariah cabang Jambi memang telah mengikuti fatwa DSN. Sedangkan konsep ta’widh dalam islam yaitu merupakan pertanggungjawaban karena kelailaian yang telah dilakukan oleh seseorang dalam sebuah akad. Contoh kecil secara umum, umpamanya seseorang meminjam uang kepada teman atau tetangga, akan tetapi pihak yang berhutang tadi tidak melunasi tepat pada waktunya, jadi orang yang memberi hutang boleh meminta ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dia alami, karena pihak yang berhutang sudah menyalahi perjanjian awal. Meskipun dalam islam orang berhutang memang tidak dianjurkan, dan ketika seseorang dalam kondisi berhutang dan tidak mampu melunasinya, maka harus memberikan waktu untuk dapat melunasi hutangnya, dan apabila seseorang mampu melunasi hutangnya dan dengan sengaja menunda – nunda pembayaran maka dia berdosa. Akan tetapi lain halnya dengan bank, ketika nasabah yang berhutang lalai dalam melakukan pembayaran dan menyalahi akad dan biasanya pihak bank memberikan tenggang waktu untuk melunasi hutang tersebut akan tetapi jika memang tidak juga dibayar maka pihak bank boleh meminta ganti rugi, karena bank merupakan lembaga keuangan yang memang mengelola uang untuk mencari keuntungan.”[60]

Berdasarkan penjelasan mengenai ta’widh IB Hasanah Card Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi bahwa prosedur dan ketentuan  ta’widh yang diterapkan sudah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh). Keseuaian mengenai ta’widh dalam IB Hasanah Card  dapat dilihat dari ketentuan dalam fatwa yaitu :
1.      Berdasarkan ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/VIII/2004 tentang ta’widh, bahwa ganti rugi/ ta’widh yang mereka kenakan kepada nasbah dikarenakan dengan sengaja atau  karena kelalaian dari nasabah itu sendiri.
2.      Berdasarkan ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/VIII/2004 tentang ta’widh, bahwa ta’widh yang pihak penerbit kenakan kepada nasabah merupakan biaya rill yang mereka perhitungan secara jelas, dan mereka tidak menginginkan adanya keterlambatan pembayaran tagihan oleh nasabah.
3.      Kemudian berdasarkan ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/VIII/2004 tentang ta’widh, pihak penerbit mengenakan ganti rugi atas keterlambatan karena nasabah IB Hasanah Card menyalahi akad- akad yang ada dalam ketentuan IB Hasanah Card.
4.      Berdasarkan ketentuan khusus yang ada dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/VIII/ 2004  Tentang Ganti Rugi (Ta’widh) pihak penerbit IB Hasanah card bahwa ganti rugi yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank menjadi pendapatan pihak bank, karena itu merupakan biaya yang pernah dikeluarkan oleh pihak bank selama proses penagihan, kemudian untuk tatacara pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan para pihak, dalam hal ini antara bank dengan nasabah pengguna IB Hasanah Card.
5.      Kemudian jalan terakhir dalam penyelesaian perkara keterlambatan pembayaran tagihan oleh nasabah, pihak bank BNI Syariah mengikuti dari pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/VIII/2004 tentang Ganti rugi/Ta’widh yaitu melalui Badan Arbritase Syariah






BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
        Dari penelitian yang peneliti lakukan mengenai Ta’widh  Pada IB Hasanah Card di PT. Bank BNI Syariah Cabang  Jambi, penelitian ini dapat disimpulkan dengan beberapa kesimpulan diantaranya adalah :
1.      Prosedur pembayaran ganti rugi (Ta’widh) dalam IB Hasanah Card  atas keterlamabatan pembayaran tagihan, dapat dibayarkan melalui ATM dan Bank. Dengan demikian mempermudah nasabah dalam melaksanakan kewajibannya untuk membayar tagihannya.
2.      Mekanisme Perhitungan Biaya yang ada dalam IB Hasanah Card dilakukan secara transparan dimana pihak penerbit mengenakan biaya yang ada sesuai dengan biaya rill  yang mereka keluarkan Dan pihak penerbit tidak mengenakan bunga berbunga. Tetapi mereka mengenakan ganti rugi (Ta’widh) atas keterlambatan pembayaran tagihan oleh nasabah IB Hasanah Card.
3.      Bahwasanya Ta’widh  dalam IB Hasanah Card di PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi sudah Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah  No.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi(Ta’widh). Hal ini sesuai dengan penjelasan bahwa Ta’widh yang dikenakan kepada nasabah karena kelalaian nasabah dalam membayar tagihan, ta’widh yang dikenakan merupakan biaya rill yang dikeluarkan oleh bank baik dari proses penagihan sampai pada proses pelunasan, kemudian biaya ta’widh merupakan pendapatan bank dan tata cara pembayaranya sesuai dengan ketentuan bank yang disepakati oleh nasabah, selanjutnya ketika nasabah tidak beretikat baik dalam menyelesaikan tagihan, maka pihak bank mengadakan musyawarah dengan nasabah untuk menyelesaikan perkara tersebut, apabila dalam musyawarah tersebut tidak tercapai kesepakatan maka pihak bank menyelesaikannya melalui Badan Arbritase Syariah.

B.  Saran - Saran
Dengan hasil penelitian ini diharapkan  kepada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi untuk dapat menjadi contoh bagi bank – bank syariah lainya sebagai bank yang mampu dalam menjalankan dan menerpakan  prinsip- prinsip yang sesuai dengan syariah. Kemudian PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi diharapakan terus bisa berkembang  khususnya di produk Syariah Card (IB Hasanah Card) dan tetap menjalankan aturan-aturan syariah yang ada didalamnya. Agar masyarakat lebih mengenal dan dapat  mempergunakan kartu kredit syariah dalm rangka memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bertransaksi dengan aman dan mudah.

C.  Kata Penutup
       Alhamduilah akhirnya Skripsi ini telah dapat diselesaikan oleh penulis meskipun didalam skripisi ini masih banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun penyusunan kata-kata. Besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi agama,bangsa, nusa, dan Negara.




[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008  Tentang  Perbankan syariah
[2] http://sumayyah-abullah.blogspot.com/ Diakses pada tanggal  10 januari 2013
[3] http://www.bnisyariah.co.id/ Diakses pada tanggal 28 jauari 2013
[4] Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No :54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card
[5] Al-Baqarah (2): 280.
[6] Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.54/DSN-MUI/X/2006  Tentang Syariah Card
[7] Deno arisandi, Kartu Kredit Syariah, http://kartukreditislam.blogspot.com/ akses 10 januari 2013
[8] Ibid,  Deno Arisandi
[9] Monzer Kahf dkk, Tanya Jawab Keuangan dan Bisnis Kontemporer Dalam Tinjauan Syariah, ( Solo : PT. Aqwam Media Profetika, 2010), hlm. 34.
[10]  Monzer Kahf, Op.cit,hlm. 34.
[11] Azharsyah Ibrahim, Kredit dalam Hukum Syariah (Kajian terhadap Akad dan Persyaratannya, Fakultas Syariah, IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2010) hlm, 12.
[12] Observasi brosur iB Hasanah Card, 14 februari  2013
[13] Veithzal Rivai dkk, Bank And Financial Institution Management, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 1363.
                [14] Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,  (Jakarta : Darul Haq, 2004), hlm. 303-305
[15] Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat,  ( Jakarta : Hamzah, 2010), hlm. 600.
[16] Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman,  Banking Card Syari’ah, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 178.
[17] Nurulhidayah, Konsep Ganti Rugi Dalam Islam, ( PDF Version 1.4 . 2011)  http://digilib.sunan-ampel.ac.id, akses  27 april 2013
[18] Ibid,  Nurulhidayah
[19] http://digilib.sunan-ampel.ac.id diakses pada tanggal 11 februari 2013
[20] www.bnisyariah.co.id diakses pada tanggal 10 januari 2013
[21] http://ekonomi.kompasiana.com Diakses pada tanggal 03 februari 2013
[22] Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman,  Banking Card Syari’ah Kartu Kredit dan Debit Dalam Perspektif Fiqih, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 184.
[23] Sugiyono Metode Penelitaian Pendidikan, Cet. Ke -10, (Bandung : Alfabeta,2010), Hlm.15.
[24] Muhammad, Metodologi Penelitia Ekonomi Islam (Pendektan Kuantitatif), (Jakarta : Rajawali Press, 2008), hlm. 103.
[25] Muhammad Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Penelitan Statistik 1 (Statistik Deskriftif), Cet 2, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), Hlm. 33.

[26] Lexy J. Meleong. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kulaitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 157.
[27] Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif (Dalam Perspektif Rancangan Penelitian),(Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 190.
[28] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.199.
[29] Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi. (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 100
[30] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan(pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D),  ( Bandung : Alfabeta.Cet. Ke 6. 2007), hlm. 329.
[31] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif (Edisi Revisi 21), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Pffset. 2005), hlm. 149-150.
[32] Veithzal rivai dkk, Bank And Financial Institution Management, (Jakarta . PT Rajagrafindo Persada. 2007), hlm. 1367.
[33]  Ibid, hlm 1363
[34] Kasmir,  Dasar – Dasar Perbankan, (Jakarta : RajaGrafindo Persada. 2012),  hlm. 196.
[35] Abdullah Al-Muslhlih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 305.
[36] Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card
[37] www.bnisyariah.co.id , di akases pada tanggal 28 maret 2013
[38] www.bnisyariah.co.id di akases pada tanggal 8 April 2013
[39] Dimyauddin Djuwaini, Fiqh Muamalah, (Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 283.
[40] Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Perbankan Syariah,(Yogyakarta : Parama Publishing, 2012), hlm. 197.
[41]  Ibid, 197-198
[42] Dewi Nurul Musjtari ,  Opcit, 198
[43] Wawancara dengan FM, Staf BIC ,di Bank BNI Cabang Jambi, 26 Maret 2013.
[44] Wawancara dengan Olga, Via Telepon , 26 Maret 2013.
[45]Wawancara dengan S, Nasbah, Di Bank BNI Syariah Cabang Jambi, 28 Maret 2013.
[46] Dokumentasi Formulir aplikasi IB Hasanah Card, 26 Maret 2013
[47] Wawancaradengan SH, Staf  Bagian Pemasaran, Bank BNI Syariah Cabang Jambi, 26 Maret 2013.
[48] Wawancara dengan FM, Staf BIC, Bank BNI Syariah Cabang Jambi, 26 Maret 2013.
[49] Dokumentasi Formulir Aplikasi IB Hasanah Card
[51] Wawancara dengan FM, Staf BIC,Bank BNI  Syariah Cabang Jambi, 29 April 2013.
[53] Wawancara  dengan FM, Staf BIC, Bank BNI Syariah Cabang Jambi, 26 Maret 2013.
[54] Wawancara dengan FM, Staf BIC, Bank BNI Syariah Cabang Jambi, 26 Maret 2013.
[55]Wawancara dengan MH, Staf Bagian Umum, Bank BNi Syariah Cabang Jambi, 1 April 2013.
[56] Wawancara dengan Widiya, Call center, Via telefon, 1 april 2013.
[57] http://www.bnisyariah.co.id
[58] Wawancara dengan MH, Staf Bagian Umum, PT.Bank Bni syariah Cabang Jambi, 02 April 2013.
[59] Wawancara dengan Olga (Staf Bagian Layanan IB hasanah Card) Call center, Via Telefon, 2 April 2013.
[60] Wawancara dengan Bpk. Tarmidzi Kadir, Ketua MUI Provinsi Jambi, Lrg. Ibrahim Perum. Amuntai 2 No. 37, 15 Mei 2013