GANTI RUGI (TA’WIDH) PADA IB HASANAH CARD
(PT. BANK BNI
SYARIAH CABANG JAMBI)
Skripsi
Diajukan Untuk
Melengkapi Syarat- Syarat
Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu
Ekonomi Syariah
Oleh
:
SUYANTO
NIM : SE.090.126
KOSENTRASI
AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH
PROGRAM STUDI
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA
SAIFUDDIN
JAMBI
2013H/1435M
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pasal 1
Undang – Undang No. 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk - bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.[1]
Bank syariah
atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya
berdasarkan hukum Islam (syariah). Prinsip perbankan syariah memiliki tujuan
yaitu agar dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal,
menyimpan dana, dan membiayai kegiatan usaha. Kemudian dalam pelaksanaannya,
perbankan syariah tidak berprinsip sama dengan perhitungan bunga dan perbankan
syariah mempunyai prinsip hukum Islam.
Produk-produk
yang dikeluarkan oleh perbankan syariah sangatlah berbeda dengan produk-produk
yang ditawarkan oleh perbankan konvensional. Adapun produk-produk perbankan
syariah meliputi, yaitu produk titipan meliputi wadiah (jasa penitipan) dan deposito mudharabah, produk bagi hasil, produk jual beli seperti murabahah, produk sewa seperti al-ijarah
kemudian produk jasa meliputi kafalah
dan qardh.[2]
Selain
produk-produk perbankan syariah yang ditawarkan diatas, perbankan syariah pun
memberikan produk atau fasilitas yang dapat digunakan oleh nasabah yaitu berupa
kartu ATM dan kartu kredit syariah (Syari’ah Card) yang pada saat ini telah
berkembang pesat dikalangan masyarakat.
Di dunia
perbankan terdapat dua jenis kartu kredit yaitu kartu kredit syariah dan kartu kredit
konvensional. Kartu kredit konvensional menurut PBI No.7/52/BPI/2005 adalah
alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas kewajiban yang timbul dari status kegiatan ekonomi, dan atau
untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu
dipenuhi dahulu oleh penerbit. [3]
Kemudian kartu kredit
syariah (Syariah Card) berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 54/DSN-MUI/X/2006
ialah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang hubungan hukum
(berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip
Syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.[4]
Ketentuan kartu
kredit syariah (Syariah Card) merujuk pada
ayat Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah
ayat 280 yaitu :
bÎ)ur c%x. rè ;ouô£ãã îotÏàoYsù 4n<Î) ;ouy£÷tB 4 br&ur (#qè%£|Ás? ×öyz óOà6©9 ( bÎ) óOçFZä. cqßJn=÷ès? ÇËÑÉÈ
Artinya : “Dan
jika ( Orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan, dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui[5].
Selain merujuk pada
al- Quran ketentuan Syariah Card juga
merujuk pada Hadist
Nabi yang diriwayatkan Bukhari Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Orang yang
terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam membayar hutangnya”[6]
Secara prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan
syariah selama dalam prakteknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu
memberlakukan ketentuan bunga bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh
tempo pembayaran atau menunggak. Di samping itu ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal
sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional,
agar terjaga tujuan asal dari kafalah,
yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan
kartu kredit tertentu.[7]
Penerbitan kartu kredit syariah ini yang juga diterbitkan oleh PT. Bank BNI
Syariah yang dulunya dipelopori oleh Bank Danamon Syariah, mengundang banyak
tanggapan mengenai prinsip-prinsip syariah yang diterapkan. Daud Bakar, seorang
profesor di IIUM Malaysia, berpendapat bahwa kartu kredit tidak dikenal dalam
Islam, karenanya istilah yang paling tepat digunakan adalah kartu debit. Pendapat Daud Bakar tersebut meragukan
kesyariahan kartu kredit karena dilandasi pada analogi bahwa kartu kredit sama
dengan menganjurkan orang untuk berutang. Padahal di dalam Islam, berutang
merupakan salah satu hal yang tidak dianjurkan.[8]
Menurut Muazammil Siddiqi menggunakan kartu kredit
sama seperti menggunakan sistem perbankan modern. Kebanyakan bank modern
berbasis riba dan kaum muslim terpakas menggunakannya karena bank yang bebas
riba tidak ada. Diperbolehkan menggunakan jasa bank- bank demikian tanpa
terlibat dalam riba. Dengan cara yang sama, diperbolehkan pula menggunakan
kartu kredit tanpa terlibat dalam urusan riba. Tidak ada yang bertentangan
dengan Islam dalam penggunaan jasa ini selama orang tidak menunda- nunda
membayar tagihan dan membayar jumlah keseluruhan pada waktunya. Membayar bunga
hukumnya haram. Meski begitu, orang diperbolehkan menggunakan kartu kredit
sejumlah yang sanggup dibayar ketika tagihan jatuh tempo. Jika seseorang
menggunakan kartu kredit untuk meminjam uang dengan bunga atau untuk membeli
sesuatu yang tidak sanggup dibayar pada waktunya. Orang itu memperturutkan diri
dalam riba yang diharamkan Islam.[9]
Sedangkan menurut Monzer Kahf perjanjian kartu
kredit mempunyai sebuah klausul bunga
(riba) bersyarat. Kartu kredit bisa dipakai untuk membeli atau menarik uang
tunai. Terserah pada konsumen untuk melakukan aktivasi atau tidak. Kalau anda
membayar dalam masa tenggang tapa penarika tunai, tidak akan ada bunga.
Penarikan dana tunai mengaktivasi kalusul bunga sejak penarikan (anda luput
memperhatikan ini, anda bisa melihatnya pada bagian pernyataan ini, ini adalah
tambahan bagi biaya 1,5%) dan meninggalkan saldo dalam rekening Ana mengaktivasi
bunga sejak tanggal pernyataan (bukan sejak akhir masa tenggang).
Keterangan tersebut berarti bahwa sekalipun setiap
muslim danbank syariah dilarang untuk menerbitakan perjanjian kartu kredit
dengan syarat demikian dan setiap muslim juga dilarang menandatangani kontrak
semacam itu, jika terdapat kemungkinan baginya untuk menggunkannya dengan cara yang
mengaktifkan kalusul riba(padahal ini juga jauh lebih mahal ketimbang
meminjamlangsung dari bank berbasis riba), diperbolehkan menandatangani
perjanjian semacam itu dan menggunkan kartu kredit untuk pembelian. Hal ini
hanya bagi kaum muslim yang yakin sanggup membayar dalam masa tenggang dan
tidak menggunkannya untuk penarikan tunai(mereka harus yakin dengan akurasi dan
kemampuan mereka membayar tepat waktu).[10]
Meskipun banyak pakar yang berpendapat tentang kartu
kredit, Dewan Syariah Nasional tetap mengeluarkan fatwa tentang hukum kebolehan
kartu kredit, yaitu fatwa No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Pihak
DSN-MUI beralasan bahwa secara prinsip kartu kredit tersebut dibolehkan syariah
selama dalam praktiknya tidak bertransaksi dengan sistem riba.[11]
Sebagaimana penggunaan kartu kredit pada umumnya,
seorang nasabah yang menggunakan kartu kredit sudah seharusnya memenuhi
kewajiban baik dalam biaya, peraturan serta kebijakan yang telah ditentukan
oleh pihak penerbit kartu. Begitu juga dalam penggunaan syariah card tentunya
ada kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi oleh nasabah seperti halnya
ketika nasabah terlambat dalam menyelesaikan pembayaran tagihan atas transaksi
yang pernah dilakukan, keterlambatan tersebut akan dikenakan ta’widh(ganti rugi) sesuai aturan yang
berlaku, berdasarkan fatwa dewan syariah nasional NO:43/DSN-MUI/VII/2004
tentang ganti rugi (ta’widh).
Dalam hal ini peneliti akan memfokuskan penelitian
pada kesesuaian tentang ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan pembayaran
tagihan IB Hasanah Card dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional
NO:43/DSN-MUI/VII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
Ganti rugi yang dikenakan oleh PT.
BNI Syariah terhadap keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah Card itu
berupa Biaya Penagihan.
PT.Bank BNI Syariah Cabang Jambi ini merupakan salah
satu bank yang mempunyai Produk Kartu
Kredit Syariah ( Syariah Card), yang diberi nama IB Hasanah Card yang berarti Keutamaan/kebaikan, Keamanan, Kesehatan Badan, Cukup harta, Keluarga Sakinah, dan Unggul dalam persaingan.[12] Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis
ingin mengetahui tentang Ganti rugi (ta’widh)
pada IB Hasanah dengan mengangkatnya dalam sebuah penelitian
dengan judul skripsi:
“Ganti Rugi (Ta’widh) Pada IB Hasanah
Card (PT.Bank BNI Syariah Cabang Jambi)”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
prosedur pembayaran ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan pembayaraan IB Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi?
2. Bagaimana
mekanisme perhitungan biaya IB Hasanah Card
pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi ?
3. Apakah
ganti rugi (ta’widh) atas keterlambatan pembayaran IB Hasanah Card pada PT. Bank BNI
Syariah Cabang Jambi sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No:43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh)?
C. Batasan Masalah
Mengingat begitu luas permasalahan yang ada
dalam perbankan syariah, maka dalam penelitian ini penulis perlu memberikan
suatu batasan masalah sehingga tidak terlalu luas dari inti masalah yang
dibahas. Untuk itu penulis memfokuskan permasalahan pada “Ganti Rugi (Ta’widh) Pada IB Hasanah Card (PT.Bank
BNI Syariah Cabang Jambi)”
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
a.
Memahami bagaimana prosedur pembayaran ganti
rugi (ta’widh) atas keterlamabatan
pembayaraan IB Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
b.
Untuk mengetahui mekanisme perhitungan
biaya IB Hansanah Crad pada PT. Bank BNI
Syariah Cabang Jambi
c.
Untuk memahami dan menganalisis
kesesuaian antara ganti rugi (ta’widh) atas
keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah Card pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No:43/DSN-MUI/VIII/2004.
2.
Manfaat
Dengan
dilakukannya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
a. Untuk
kalangan praktisi, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan praktik
pembayaran ganti rugi (ta’widh) keterlamabatan pembayaraan IB Hasanah Card .
b. Untuk
kalangan akademisi atau peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan
referensi dan dasar untuk melakukan penelitian yang sejenis pada masa yang akan
datang.
c. Untuk
salah satusyarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu (SI) pada Fakultas
Syariah Jurusan Ekonomi Islam di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
E. Kerangka Teori
Credit card adalah uang plastik atau
suatu alat berbentuk kartu yang diterbitkan oleh suatu lembaga keuangan yang
dapat dipergunakan sebagai alat
pembayaraan transaksi pembelian barang dan jasa, yang pembayaran dan
pelunasannya dapat dilakukan oleh pembeli secara sekaligus atau angsuran pada
jangka waktu tertentu setelah kartu digunakan sebagai alat pembayaran.[13] Dalam fiqh muamalah kartu kredit secara
bahasa kata bithaqah ( kartu) secara
bahasa digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain, diatasnya
ditulis penjelasan yag berkaitan dengan potongan kertas itu. Sementara kata i’timan secara bahasa artinya adalah
kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya
semacam pinjaman, yakni berasal dari
kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya.
Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar
secara tertunda.[14]
Dari
sisi ekonomi kata Bitiqah al-i’timan di
artikan sebgai berikut : Kartu khusus yang diterbitan oleh bank kepada nasabah
itu mendapatkan barang dan jasa dari tempat – tempat tertentu dengan menunjukan
kartu tersebut, Merchant(Penjual)
memberikan barang dan jasa dan memberikan faktur (sales darf) yang ditandatangani oleh nasabah tersebut kepada bank Issuer , lalu bank melunasi nilai barang
/ jasa tersebut atau dengan mendebet rekeningnya yang masih berlaku kepada
salah satu pihak yang terkait.[15]
Abdul
Sattar Abu Ghidah berpandangan bahwa sistem kartu mengandung Taukil dan kafalah serta Qardh al-hasan dalam
bank Islam. Ghaidah mengungkapkan “ Hukum asal dalam penggunaan kartu adalah Taukil dan Kafalah serta kadangkala Qardh
al-hasan di bank yang tidak mensyaratkan pengurangan langsung dan rekening nasabah
(debit card). hanya saja pihak Issuer card membayarkan langsung dan
kemudian ia meminta Card holder untuk
melunasinya.[16]
Kafalah pada dasarnya adalah akad suka
rela yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk kerjasama dalam
kebajikan dan penjamin berhak meminta gantinya kembali kepada terutang,
sepantasnyalah ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut. Tetapi kalau terhutang
sendiri yang memberinya sebagai hadiah untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya
maka tidak menjadi masalah. Namun demikian, jika penjamin sendiri yang
mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi kartu kredit dan
sebagainya) tersebut dan tidak mau menjamin dengan sukarela, maka dibolehkan
bagi pengguna jasa jaminan memenuhi tuntutan.
Menururt
Asmuni dalam tulisannya, Teori Ganti Rugi (daman)
Perspektif Hukum Islam, menyebutkan sebagai berikut: “Ide Ganti rugi terhadap korban perdata maupun
pidana, sejak awal sudah disebutkan oleh nas Al-Qur’an maupun Hadis Nabi. Dari
nas-nas tersebut para ulama merumuskan berbagai kaidah fiqh yang berhubungan
dengan daman atau ganti rugi. Memang
diakui sejak awal, para fuqaha tidak
menggunakan istilah masuliyah
madaniyah sebagai sebutan tanggung jawab perdata, dan juga masuliyah al-jina’iyah untuk sebutan
tanggung jawab pidana. Namun demikian sejumlah pemikir hukum Islam klasik
terutama al- Qurafi dan al-‘Iz Ibn Abdi
Salam memperkenalkan istilah al-jawabir untuk
sebutan ganti rugi perdata (daman)
dan al-zawajir untuk sebutan ganti
rugi pidana (uqubah diyat, arusy dan
lain-lain). Walaupun dalam perkembangannya kemudian terutama era kekinian
para fuqaha’ sering menggunakan istilah masuliyah yang tidak lain merupakan
pengaruh dari karya-karya tentang hukum Barat. Daman
dapat
terjadi karena penyimpangan terhadap akad dan disebut daman
al-aqdi,
dan dapat pula terjadi akibat pelanggran yang disebut daman
‘udwan.
Di dalam menetapkan ganti rugi unsur-unsur yang paling penting adalah darar atau kerugian pada korban. darar dapat terjadi pada fisik, harta
atau barang, jasa dan juga kerusakan yang bersifat moral dan perasaan atau
disebut dengan darar adabi termasuk
di dalamnya pencemaran nama baik.”[17]
Dalam
Islam istilah tanggung jawab yang terkait dengan konsep ganti-rugi dibedakan
menjadi dua:[18]
1. Daman
akad
(daman al’aqad), yaitu
tanggung jawab perdata untuk memberikan ganti rugi yang bersumber kepada ingkar
akad.
2. Daman
udwan
(daman al’udwan), yaitu
tanggung jawab perdata untuk memberikan ganti rugi yang bersumber kepada
perbuatan merugikan (alfi’ladh-dharr)
atau
dalam istilah hukum perdata indonesia disebut dengan perbuatan melawan hukum.
Biaya
keterlambatan pembayaran syariah card merupakan biaya yang harus di keluarkan
oleh nasabah pengguna syariah card, ketika seorang nasabah terlambat melakukan
pembayaran tagihan atas transaksi yang telah di lakukannya setelah jatuh tempo
yang ditetapkan. Biaya keterlambatan yang di keluarkan oleh nasabah merupakan ganti rugi (ta’widh,). Ta’widh (ganti
rugi), menurut pendapat Abd al-Hamid Mahmud al-Bali, Mafahim Asasiyyah fi al-Bunuk
al-Islamiyah, Al-Qahirah al-Ma'had al-Alami li-al-Fikr al-Islami, berkenaan
ganti rugi dalam Islam menyatakan bahwa: Ganti rugi karena penundaan pembayaran
oleh orang yang mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat
penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari
keterlambatan pembayaran tersebut.[19]
Kemudian biaya keterlambatan atas pembayaran tagihan syariah card pada IB
Hasanah Card tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenis kartu yang nasbah
gunakan. Adapaun jenis kartu dalam IB Hasanah Card digolongkan atas 3 (Tiga)
jenis yaitu Kartu Clasicc, Kartu Gold dan Kartu Platinum.[20]
Biaya
keterlambatan yang dibayarkan oleh nasabah merupakan biaya rill yang
dikeluarkan oleh pihak bank. Bank hanya boleh mengakui biaya penagihan (ta’widh)
yang nilainya sesuai dengan kerugian riil yang terjadi akibat penagihan yang
dilakukan oleh bank. Misalnya dalam penagihan, bank menghubungi nasabah melalui
telepon atau mendatanginya, maka biaya riil yang akibat penagihan ini dapat
dibebankan kepada nasabah. Teknik dalam penagihannya pun harus memperhatikan
aspek syariah, tidak boleh sama dengan kartu kredit konvensional.[21]
Menurut
Qadi Muhammad Taqyuddin al- Ustmani mengemukakan pendapatnya “ yang jelas Issuer Card (pihak penerbit) hanya
membebankan biaya keterlambatan hanya ketika Card Holder (pengunna) terlambat membayar, padahal pihak bank telah
memberikan tenggang waktu satu bulan atau dua bulan. Apabila Card holder bisa membayar nilai
transaksi yang telah dilakukannya selama waktu tersebut maka ia tidak akan
dibebani biaya apapun lagi. Namun, ketika ia terlambat dalam melakukan
pembayaran maka ia akan dibebani dengan biaya keterlambatan”.[22]
F.
Tinjauan
Pustaka
Sejauh
pengetahuan penulis ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan syariah
card diantaranya Mahasiswa perguruan tinggi
dari Fak:Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun
2012 yaitu oleh Hidayat Muis
dengan judul : Analisis penerapan fatwa DSN-MUI /vii/2004 tentang ta'widh pada
pembiayaan mudharabah di PT Bank Syariah Bukopin. Diperoleh kesimpulan dengan hasil
penelitian ini ta’widh merupakan
sebagai bentuk proses ganti rugi yang telah dikeluarkan oleh salah satu pihak
yang merasa kerugian atas biaya yang telah dikeluarkan atas dasar kemaslahatan
dan biaya biaya ril yang dikeluarkan oleh bank syariah karena terjadinya proses
perpanjangan dalam pembiayaan murabahah akibat dari penundaan pelunasan oleh
nasabah debitur. Ta’widh merupakan dana ril yang telah dikeluarkan pihak bank
syariah, sehingga dana ganti rugi yang didapat masuk ke dalam pendapatan bank
syariah dalam perhitungannya Penelitian
yang lain di lakukan oleh Ganjar Hidayat Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga Jogyakarta dengan judul : Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Kartu Kredit Syariah (Studi Tentang IB hasanh Card BNI Syariah) diperoleh
kesimpulan bahwa pelaksanaan akad dalam hasanah card sudah sesuai dengan hukum Islam,
karena prosedur yang diberikan oleh pihak BNI Syariah dalam akad Hasanah Card
telah memenuhi rukun dan syarat dalam islam, hal ini dilihat dari subyek akad
dalam Hasanah Card.
Kemudian
peneliti yang lain yaitu Widyanti
Khaeruddin mahasiswi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin Makassar Tahun 2012 dengan judul : Analisis Sistem Kartu Kredit
Syariah (pada PT Bank BNI Syariah) di peroleh kesimpulan bahwa Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis sistem kartu kredit syariah yang diterapkan
oleh PT Bank BNI Syariah, serta persamaan dan perbedaan sistem antara kartu
kredit syariah dengan kartu kredit konvensional, serta kelemahan dan keunggulan
kartu kredit syariah maupun konvensional. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kartu kredit syariah yang dimiliki oleh PT Bank BNI Syariah telah sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan dalam fatwa dan surat persetujuan dari Bank
Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa sistem kartu
kredit yang dimiliki oleh kartu kredit syariah maupun konvensional adalah sama,
baik ditinjau dari segi input, proses, dan outputnya. Perbedaan mendasar dari
keduanya adalah penetapan fee (kartu kredit syariah) dan bunga (kartu
kredit konvensional). Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa kartu kredit
syariah maupun konvensional memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing.
Berdasarkan
penelusuran studi empiris yang dilakukan terhadap peneliti terdahulu terdapat
kesamaan yaitu sama – sama membahas tentang
Syariah Card dan menggunakan metode kualitatif yang membedakannya adalah
penelitian ini membahas kesesuaian denda keterlambatan karut kredit Syariah
Card dengan fatwa DSN No. 43 tentang Ta’widh,
sedangkan peneliti yang terdahulu membahas tentang hukum kartu kredit dalam Islam
dan penerapan Fatwa No 43 dalam akad mudharabah kemudian tentang system Syariah
card.
BAB II
METODE PENELITAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dalam
melakukan penelitian ini adalah di PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi dan waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2013.
B. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan
penelitian ini pendekatan penelitian
yang digunakan adalah deskriftif dengan metode kualitatif. Deskriptif adalah
suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap berkenaan
dengan variable mandiri, baik hanya pada satu variable atau lebih (variable
yang terdiri sendiri). Sedangkan kualitatif adalah metode penelitian yang
dilandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek alamiah, (sebagai lawanya dalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai istrumen kunci, pengambilan sampel sumber data yang dilakukan
secara purposive, teknik pengumpulan dengan gabungan, analisis bersifat
kualitatif, dan hasil penelitia kulitatif lebih menekan makna pada
generalisasi.[23]
C. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Dalam melakukan
penelitian ini data yang diperlukan terbagi atas dua jenis data. Adapun jenis
data tersebut yaitu :
1)
Data
Primer
Data primer
adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli. Dalam hal ini maka proses
pengumpulan datanya perlu dilakukan dengan memperhatikan siapa sumber utama
yang akan dijadikan objek penelitian. Dengan demikia pengumpulan data primer
merupaka bagian integral dari proses penelitian ekonomi yang digunakn utnuk
megambil suatu keputusan. [24] Data
primer juga disebut data asli atau data baru. Data primer yang penulis
maksudkan dalam penelitian ini adalah data observasi, wawancara dan
dokumentasi.
2)
Data
Sekunder
Data sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber – sumber yang ada. Data
itu biasanya diperoleh dari perpustakaan atau laporan – laporan peneliti
terdahulu.[25] Misalnya dari biro statistik, majalah, Koran,
keterangan dan publikasi lainya. Data ini juga didapat dari hasil membaca buku
atau literature pendukung lainya atau buku – buku teks mengenai ta’widh keterlambatan pembayaran kartu kredit (Syariah
Card) dan penjelasan fatwa DSN NO:43/DSN-MUI/VIII/2004.
b. Sumber Data
Menurut Lofland
dan Lofland dalam Lexy J. Moleong Sumber data utama adalah kata – kata dan
tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lainya.[26]
Dalam melakukan penelitin ini yang menjadi sumber data adalah :
1. Pimpinan
PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
2. Bagian
Pemasaran IB Hasanah Card
3. Staf
Bagian Umum PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
4. Nasabah
iB Hasanah Card
D. Unit Analisis
Penelitian
ini dilakukan di PT. Bank BNI Syariah Jambi, karena itu unit analisis yang
ditetapkan adalah PT. BNI Syariah Cabang Jambi, dengan waktu penelitian
dilakukan pada tahun 2013. Pemilihan PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi sebagai
unit analisis tersebut dikarenakan penelitian ini tidak menggunakan populasi
dan sampel, namun hanya menggunakan dokumen- dokumen yang berasal dari PT. Bank
BNI Syariah Cabang Jambi dan informasi – informasi yang berasal dari Karyawan
dan Staf yang berada PT. Bank BNI Syariah cabang Jambi.
Maka
yang menjadi informannya adalah Pimpinan PT. Bank BNI Syariah, bagian pemasaran
IB Hasanah Card, dan Staf bagian umum PT. Bank BNI Syariah cabang jambi.
E. Instrumen Pengumpulan Data
Agar
mempermudah dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini maka
diperlukan tekhnik dalam pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode:[27]
1. Riset
perpustakaan
Metode perpustakaan adalah salah
satu jenis metode penelitian kualitatif yang lokasi atau tempat penelitianya
dilakukan di pustaka, dokumen, arsip, dan lain jenisnya. Atau dengan kata lain
metode penelitian ini tidak menuntut kita mesti terjun kelapangan melihat fakta
langsung sebagaimana adanya. Penulis disini memperoleh data – data tersebut dan
mempelajarai buku tulisan, dan bahan - bahan lain yang erat kaitanya dengan
masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
2.
Riset lapangan
Metode
lapangan merupakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan di tempat atau
lokasi di lapangan. Metode ini dapat digunakan dalam semua bidang ilmu, baik
ilmu kealaman maupun sosial humaniora sebab semua objek pada dasarnya ada di
lapangan. Untuk itu penulis melakukan beberapa hal yaitu :
a. Observasi
Observasi adalah
sebagai aktifitas yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan
mata. Didalam pengertian psikologis observasi atau yang disebut juga dengan
pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian semua objek dengan menggunakan
seluruh indra.[28]
Dengan menggunakan metode ini dimaksudkan agar peneliti mendapatkan data tentang lokasi penelitian.
b.
Wawancara
Berger dalam Rachmat Kriyantono
menyatakan wawancara adalah percakapan antara seseorang periset yang berharap
mendapatkan informasi dan informan sebagai seseorang yang diasumsikan mempunyai
informasi penting suatu objek.[29]
Adapun data yang ingin peneliti dapatkan melalui metode wawancara ini yatiu:
1)
Prosedur pembayaran ta’widh (ganti rugi) atas keterlamabatan pembayaraan IB Hasanah
Card pada PT. BNI Bank Cabang Jambi
2)
Mekanisme perhitungan biaya IB Hansanah
Crad pada PT. Bank BNI Syariah Cabang
Jambi
3)
Kesesuaian ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran IB Hasanah Card
pada PT. BNI Bank Cabang Jambi dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No
43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
c. Dokumentasi
Dokumentasi
adalah cacatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya – karya monumental dari seseorang.[30] Metode
dokumentasi ini digunakan oleh peneliti bertujuan untuk mendapatkan data
tentang:
1) Rincian
biaya dalam IB Hasanah Card
2) Ketentuan ta’widh (ganti rugi) IB Hasanah Card
F.
Teknik Analisi Data
Setelah semua data
diperoleh maka selanjutnya data tersebut dianalisis, dengan teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penyerderhanaan data dalam bentuk yang lebih
praktis untuk dibaca dan diinterprestasikan, yaitu diadakan pemidahan sesuai
jenis dan masing-masing data, kemudian diupayakan analisanya dengan menguraikan
dan menjelaskan, sehingga data tersebut dapat diambil pengertian dan kesimpulan
sebagai hasil penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa :[31]
a. Analisis
Domein
Analisis domein
dilakukan terhadap data yang diperoleh dari pengamatan berperanserta/wawancara
atau pengamatan deskriftif yang terdapat dalam cacatan lapangan. Pengamatan
deskriftif berarti mengadakan pengamatan secara menyeluruh terhadap sesuatu
yang ada dalam latar penelitian. Teknik analisis ini digunakan untuk memperoleh
gambaran secara umum mengenai ta’widh
keterlambatan pembayaran kartu kredit di PT. BNI Bank Syariah cabang Jambi.
b. Analis
Taksonomi
Analisis
taksonomi dilakukan dengan pengamatan dan wawancara terfokus berdasarkan fokus
yang sebelumnya telah dipilih peneliti. Oleh hasil pengamatan terpilih telah
dimanfaatkan untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengajuan
sejumlah pertanyaan kontras. Teknik analisis ini digunakan untuk menganalisis
data secara mendalam mengenai ta’widh atas
keterlambatan pembayaran Syariah Card berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional
No.43/DSN MUI/VIII/2004 tentang ganti rugi(ta’widh).
c. Analisis
Kompenensial
Analisis
kompenensial dilakukan wawancara atau pengamatan terpilih untuk memperdalam
data yang telah ditemukan melalui pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Tekhnik
analisis ini digunakan untuk menganalisa, menghubungkan dan menggolongkan
bagian data yang diobservasi yaitu kesesuaian pembayaran ta’widh (ganti rugi)
atas keterlambatan pembayaran Syariah Card Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah
Nasional DSN NO:43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh) (Studi Kasus PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi)
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini disusun
dalam lima bab, hal ini dimaksudkan agar mempermudah dalam penulisan skripsi dengan
penjelasan sebagai berikut :
BAB
I : PENDAHULUAN
Bab ini pada hakikatnya membahas
pijakan bagi penulis skripsi, dengan sub bab latarbelakang masalah lebih
dimaksudkan untuk lebih melihat permasalahan yang dianggap menarik untuk
dibahas dan dilakukan penelitian. Inti atau pokok permasalahan dalam pembahasan
ini diperlihatkan dalam rumusan masalah. Kemudian dengan memandang bahwa
penulisan sebuah karya ilmiah tidak dapat lepas dari manfaatnya berupa
kontribusi yang diberikan dari pemaparan pembahasan serta seberapa jauh
kegunaan penelitian akademik berikutnya, tujuan dan kegunaan penelitian.
Bab ini mencakup, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan
tinjaun pustaka. Diharapkan bab pendahuluan dapat memberikan dan memperlihatkan
kerangka, arah dan pijakan penulis.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab
II menjelasakan tentang tempat dan waktu
penelitian, kemudian menjelasakan pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan
dalam peneltian serta sistematika
pembahasan.
BAB III : RUANG LINGKUP KARTU
KREDIT
Bab
III menjelaskan tentang gambaran umum Kartu kredit konvensional dan kartu
kredit syariah. Dimana kartu kredit konvensional dijelaskan melalui Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tentang penyelenggaraan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan Kartu. Sedangkan kartu kredit syariah yang
ketentuannya telah ditetapkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang
meliputi pengertian dan akad- akad kartu kredit syariah. Kemudian juga
dijelaskan tentang ta’widh (ganti
rugi )dalam iB Hasanah Card.
BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL
PENELITIAN
Bab
IV menjelaskan inti pembahasan skripsi yakni memaparkan tentang Ganti Rugi (Ta’widh) pada IB Hasanah Card PT. Bank
BNI Syariah Cabang Jambi, yang meliputi prosedur pembayaran Ganti Rugi atas
keterlambatan pembayaran tagihan Syariah Card, kemudian mengenai mekanisme
perhitungan biaya IB Hasanah Card
selanjutnya kesesuaian ganti rugi (Ta’widh)
Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi dengan Fatwa DSN No. 43/VIII/ tahun
2004.
BAB V : PENUTUP
Bab
penutup terdiri dari kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, saran
– saran dan kata penutup serta dilengkapi dengan daftar pustaka.
H. Jadwal Penelitian
No
|
Kegiatan
|
Tahun 2013
|
|||||||||||||||||||||||
Januari
|
Februari
|
Maret
|
April
|
Mei
|
Juni
|
||||||||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Pembuatan
Proposal
|
X
|
X
|
||||||||||||||||||||||
2
|
Pengajuan
Judul
|
X
|
|||||||||||||||||||||||
3
|
Bimbingan
Proposal dan Seminar
|
X
|
X
|
X
|
|||||||||||||||||||||
4
|
Perbaikan
Proposal
|
X
|
X
|
||||||||||||||||||||||
5
|
Surat
izin
Riset
|
X
|
X
|
||||||||||||||||||||||
6
|
Riset
dan Pengelolahan data
|
X
|
X
|
X
|
X
|
||||||||||||||||||||
7
|
Bimbingan
Dan perbaikan
|
X
|
X
|
||||||||||||||||||||||
8
|
Agenda
Dan Ujian Skripsi
|
||||||||||||||||||||||||
9
|
Perbaikan
Dan Penjilidan
|
BAB III
RUANG LINGKUP KARTU
KREDIT
A. Ruang Lingkup Kartu Kredit Konvensional
Berdasarakan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tentang penyelenggaraan kegiatan
alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Bahwa Kartu kredit adalah alat
pembayaran dengan menggunakan kartu (AMPK) yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegitan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai di mana
kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang
kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu
yang disepakati baik secara sekaligus (change
card) ataupun secra langsung.[32]
Sementara
itu bentuk dari pada kartu kredit yaitu persegi panjang dimana tertera nama
bank penerbit, nomor dan nama pemegang kartu, tanggal dan tahun berlakunya,
gambar serta logo visa dan logo huruf C untuk kartu Classic atau logo huruf P untuk kartu Gold datau primer atau platinum.[33]
Dalam
sebuah kartu kredit baik yang diterbitkan oleh bank konvensional maupun syariah
terdapat beberapa pihak – pihak yang terlibat di dalamnya yaitu:[34]
1. Bank
dan lembaga pembiayaan
Fungsi bank dan lembaga pembiayaan
adalah sebagai pihak penerbit dan/
atau pihak pembayar kartu kredit yang ditagihkan oleh pedagang(merchant).
2. Pedagang
(Merchant)
Pedagang adalah mitra bank dan lembaga
pembiayaan, sebagai tempat belanja bagi pemegang kartu, contoh merchant adalah hotel, super market,
pasar swalayan, bioskop, tempat- tempat hiburan, dan tempat – tempat lainya
dimana bank dan lembaga pembiayaan mengikat perjanjian.
3. Pemegang
kartu (Card Holder)
Merupakan nasabah yang namanya tertera
dalam kartu kredit sekaligus merupakan pihak yang berhak menggunakan kartu
kredit tersebut.
Kartu
kredit merupakan bagian dari beberapa bentuk kartu kerja sama finansial. Kartu
kredit ini terbagi menjadi dua :[35]
1. Kartu
kredit pinjaman yang tidak diperbaharui (charbe
card)
Di antara keistimewaaan paling menonjol
dari kartu ini adalah diharuskannya menutup total dana yang ditarik secara
lengkap dalam waktu tertentu yang diperkenankan, atau sebagian dari dana
tersebut. Biasanya waktu yang diperkenankan tidak lebih dari tiga puluh hari,
namun terkadang bisa mencapai dua bulan. Kalau pihak pembawa kartu terlambat
membayarnya dalam waktu yang telah ditentukan, ia akan dikenai denda
keterlambatan. Dan kalau ia menolak membayar, keanggotaanya dicabut, kartunya
ditarik kembali dan persoalannya diangkat ke pengadilan.
2. Kartu
kredit pinjaman yang bisa diperbaharui (Revolving
Credit Card)
Jenis kartu ini termasuk yang paling
popular diberbagai Negara maju. Pemilik kartu ini diberikan pilihan cara
menutupi semua tagihanya secara lengkap dalam jangka waktu yang ditoleransi
atau sebagian dari jumlah tagihanya dan sisanya diberikan dengan cara ditunda,
dan dapat diikutkan pada tagihan berikutnya. Bila ia menunda pembayaran, ia
akan dikenakan dua macam bunga : pertama bunga keterlambatan, kedua bunga dari
sisa dana yang belum ditutupi. Kalau ia berhasil menutupi dana tersebut dalam
waktu yang ditentukan, ia hanya terkena satu macam bunga saja, yaitu bunga
penundaan pembayaran. Dana yang ditarik tidak akan terbatas bila pemiliknya
terus saja melunasi tagihan beserta bunga kartu kreditnya secara simultan.
B. Ruang Lingkup Kartu Kredit Syariah
Menurut
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card, kartu
kredit syariah adalah kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan
hukum (berdasarkan system yang sudah ada) antara pihak berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana diatur dalam fatwa.[36]
Adapun
pengertian IB Hasanah Card yaitu kartu pembiayaan syariah yang diterbitkan
oleh PT Bank BNI Syariah, terdiri dari kartu classic, gold dan platinum
berdasarkan tingkat kemampuan pemegang kartu dalam melunasi kartu pembiayaan
syariahnya.[37]
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari website resmi
PT.Bank BNI Syariah tentang Kartu Kredit iB Hasanah Card yaitu: [38]
Kartu iB Hasanah Card secara syariah dikenal dengan
kartu pembiyaan syariah yang merupakan salah satu produk unggulan BNI Syariah,
dimana hanya ada tiga pemain utama pada bisnis kartu pembiayaan syariah ini.
Bertepatan acara Festival Ekonomi Syariah (FES) yang diselenggarakan oleh BI
pada tanggal 7 Februari 2009, BNI Syariah melaunching iB Hasanah Card dengan
menggandeng provider Master Card Internasional. iB Hasanah Card ini telah
sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 54/DSN-MUI/X/2006, dengan akad kafalah (prinsip
perwakilan), qard (prinsip utang-piutang tanpa bunga/denda) dan ijarah (sistem
biaya sewa atas penyediaan jasa).
Hasanah Card mempunyai fitur yang lebih
menarik dibandingkan kartu kredit konvensional, dengan segmen pasar tidak
hanya terbatas pada pasar muslim saja tetapi juga segmen pasar rasional (non
muslim). Biaya dalam kartu Hasanah Card lebih kompetitif dan
ekonomis dibandingkan di konvensional, dengan transaksi yang sama nilainya
total biaya bulanan pada Hasanah Card lebih kecil dibandingkan biaya pada kartu
kredit konvensional.
Selain program-program yang ditawarkan tersebut, IB Hasanah
Card sendiri berbeda dengan kartu kredit konvensional lainnya, dalam beberapa
hal:
1.
Untuk menghindari efek konsumtif, BNI
Syariah mengantisipasi dengan mengatur sistem pengelolaan kartu sedemikian rupa
sehingga memiliki batasan yang bernilai positif bagi pemegangnya, antara lain
tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf).
2.
Pemegang kartu harus memiliki kemampuan
finansial untuk melunasi pada waktunya, agar terhindar dari dampak negatif
kartu pembiayaan
3.
Hasanah Card tidak dapat hanya dapat
digunakan untuk transaksi yang sesuai syariah dan hanya bisa diakses oleh
merchant yang tidak melanggar prinsip syariah. Jadi Hasanah Card tidak
dapat digunakan di toko yang menjual minuman keras, diskotik, night club,
tempat judi dan tempat yang tidak syariah lainnya karena sistem langsung
menolak kartu tersebut secara otomatis.
Untuk lebih jelasnya perbedaan Kartu kredit Konvensional
dengan kartu kredit syariah dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel
3.1
Perbedaan Kartu Kredit Konvensional
dengan Kartu Kredit Syariah (IB Hasanah Card)
Penjelasan
|
Kartu Kredit Regular
|
Hasanah Card
|
Dasar hukum
|
UU Perbankan
|
UU Perbankan UUPS, Fatwa DSN
|
Penerbit
|
Bank Konvensional
|
BNI Syariah, bekerja sama
dengan pihak terkait
|
Provider
|
Master Card & Visa
|
Master Card
|
Perjanjian/akad
|
-
|
Kafalah, qardh & ijarah
|
Ketentuan penggunaan
|
Tidak dibatasi
|
Hanya dapat digunakan untuk transaksi
yang sesuai syariah
|
Fitur
|
Cash advance, danaplus, extra
dana, smartspending, transfer balance, executive lounge, dsb
|
Fitur sama dgn kartu kredit
regular, yg membedakan cara penetapan fee-nya
|
Pendapatan bank
|
Annual fee, bunga atas transaksi,
merchant fee, denda keterlambatan
|
Annual fee, monthly fee, merchant
fee, biaya penagihan
|
Cash collateral
|
Tidak diperlukan
|
Diperlukan untuk kartu classic 10%
dari limit kartu
|
Sumber
: www.bnisyariah.co.id
Adapun akad- akad dalam mekanisme transaksi
kartu kredit yaitu :[39]
a) Hubungan
Antara Issure dengan Card Holder
Issure berkewajiban
untuk membayar semua nilai transaksi yang dilakukan Card Holder dengan Merchant,
Issure merupakan Kafil (penanggung)
bagi Card Holder di hadapan Merchant. Hubungan kontark antara Issure dan Card Holder adalah hubungan pertanggungan(kafalah), menanggung sesuatu yang belum wajib menjadi pertanggungan
(dhaman maa lam yaji) pen-jamin terhadap utang yang akan menjadi
kewajiban).
b) Hubungan
Antara Card Holder dengan Merchant
Kontrak
yang terjadi antara Card Holder dengan
merchant bisa berupa akad jual beli
atau ijarah (SEWA). Jika merchant Menjual barang keapada card holder, maka akadnya adalah al-ba’i (Jual beli), namun jika yang
ditawarkan merchant berupa jasa, maka
akadnya adalah ijarah. Untuk kedua
akad ini merchant berhak mendapatkan
upah atau pembayarn langsung dari Issure yang
menanggung seluruh transaksi yang dilakukan card
holder.
c) Hubungan
antara Issure dan Merchant
Setelah melakukan kontrak penerbit kartu
dengan card holder, issure berkewajiban
untuk membayar seluruh transaksi finansial yang menggunakan kartu, dan ini
merupakan hakikat atas konsepsi al-kafalah
bi al-mal. Ketika card holder Menggunakan
kartu bertransaksi dengan merchant, maka
merchant yakin bahwa pihak Issure akan menjadi Kafil dan membayar seluruh nilai transaksi yang dilakukan card holder.
Kemudian dalam sebuah mekanisme syariah
card, tentunya ada beberapa hal yang menyangkut didalamnya, termasuk ketika
nasabah terlambat membayar tagihan atas transaksi yag pernah dilakukan.
Mengenai hal tersebut pihak bank
menyelesaikanya menggunakan jalan musyawarah, akan tetapi ketika jalan
musyawarah tidak tercapai suatu kesepakatan antara kedua belah pihak (pengguna
kartu kredit dengan bank) masalah tersebut akan diselesaikan melalui Badan
Arbritase Syariah.
Dalam ketentuan pasal 6 undang – undang
Arbritase dan Alternatif penyelesaian sengketa tidak mengatakan bahwa
koneksitas antara tahap negosiasi dengan lembaga APS ( Alternatif Penyelesaian
Sengketa) dan lembaga arbritase harus terjadi secara berurutan, yang secara
imperative harus dimulai dari negosiasi, mediasi, yang diakhiri di Arbritase.
Dengan tidak adanya ketentuan yang bersifat imperative, maka para pihak yang
bersengketa atau beda pendapat mempunyai hak opsi untuk lebih memilih, untuk
langsung minta penyelesaian ke Arbritase.[40]
R. Subekti dalam Dewi Nurul Musjtari mengartikan Arbritase
Syariah adalah suatu penyelesaian sengketa atau pemutusan sengketa yang
dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang arbriter berdasarkan persetujuan
para pihak akan tunduk pada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh
arbriter yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.[41]
Dalam Dewi Nurul Musjtari berdasarkan
pasal 1 ayat (1) undang – undang nomor 30 tahun 1999 tentang arbritase dan
alternative penyelesaian sengketa disebutkan bahwa : Arbritase adalah cara
penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbritase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa.[42]
BAB
IV
PEMBAHASAN
DAN HASIL PENELITIAN
A. Prosedur Pembayaran Ta’widh (Ganti Rugi) Atas Keterlambatan Pembayaraan
IB Hasanah Card Pada PT. BNI Bank Cabang Jambi
Bank merupakan sebuah lembaga
keuangan yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat ke
masyarakat, saaat ini ada dua jenis bank khususnya di Provinsi Jambi yaitu bank
konvensional dan bank syariah, dimana kedua jenis bank tersebut saling bersaing
dalam produk- produk yang mereka keluarkan. Salah satu produk dari bank- bank
tersebut yaitu kartu kredit, dimana kartu kredit ini berfungsi untuk memanjakan
nasabah dalam sebuah transaksi baik pengambilan tunai atau belanja, seorang
nasabah tidak perlu membawa unag tunai karena dengan kartu tersebut orang dapat
melakukan transaksi yang diinginkan, hal ini
juga untuk menghindari tindak kriminal seperti pencopetan dan lain – lain.
Dalam setiap melakukan transaksi
terkhusus bagi seorang nasabah bank yang menggunakan produk IB Hasanah card
tentunya ada beberapa prosedur yang harus diikuti seorang nasabah tersebut.
Salah satu prosedur yang ada dalam IB
hasanah card yaitu ketika nasabah terlambat membayar tagihan atas transaksi
yang dilakukanya prosedur tersebut adalah prosedur pembayaran ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan
pembayaran transaksi yang pernah dilakukan.
Seseorang yang terlambat dalam membayar transaksi yang dilakukan tidak
akan dikenakan denda tetapi dikenakan ta’widh
(ganti rugi) atas keterlambatan yang terjadi.
Ta’wid (ganti rugi) yang dikenakan
kepada nasabah berlaku bila nasabah terlambat membayar tagihan atas penggunaan
IB Hasanah card, dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh pihak penerbit.
Mengenai hal tersebut juga dijelaskan oleh salah satu staf BIC (Branch Internal Control) bagian dari
penerbit IB Hasanah card yang dilakukan melalui wawancara.
Adapun dari hasil wawancara tersebut
beliau mengatakan:
“Prosedur pembayaran Ta’widh (ganti rugi) atas keterlambatan pembayaran tagihan IB
Hasanah card yang ditetapkan oleh PT. Bank BNI syariah yaitu Nasabah IB Hasanah
card bisa membayar ganti rugi tersebut melalui ATM (Anjungan Tunai mandiri), kemudian
bisa melalui Bank, akan tetapi yang sering dilakukan oleh nasabah mereka
melakukan pembayaran melalui bank.”[43]
Kemudian peneliti diarahkan untuk
menghubungi bagian Call center pusat yang berada di Jakarta, agar lebih jelas
mendapatkan informasi tentang prosedur pembayaran ta’widh atas keterlambatan pembayaran tagihan, dan wawancara ini dilakukan peneliti melalui telepon dengan salah
satu staf bagian pelayanan. Mengenai prosedur pembayaran atas keterlambatan
tersebut beliau menjelaskan :
“Untuk pembayaran ta’widh atau ganti rugi atas
keterlambatan pembayaran tagihan, nasabah dapat melakukan pembayaran ganti rugi tersebut lewat ATM dan Bank”[44]
Kemudian peneliti juga mewawancarai
seorang nasabah S yang menggunakan IB Hasanah Card, peneliti menanyakan tentang
bagaimana ia melakukan pembayaran ta’widh
atas keterlambatan pembayaran tagihan IB Hasanah Card. Dan ia mengatakan
bahwa :
“Saya sudah 1 tahun menggunakan kartu kredit
ini, akan tetapi alhamdulliah sampai saat ini juga saya belun pernah terlambat
melakukan pembayaran atas taighan transaksi yang pernah saya lakukan, tapi
sebelum saya menggunakan kartu ini ketika dalam proses pengajuan pembuatannya
saya diberi penjelasaan bahwa pihak bank tidak menginginkan nasabah melakukan
keterlambatan pembayaran. Namun ketika terjadi keterlambatan pembayaran tagihan,
nasabah dikenakan ganti rugi yang dapat dibayarkan melalui ATM dan Bank”[45]
Dari beberapa
penjelasan tentang prosedur pembayaran ta’widh
atas keterlambatan pembayaran tagihan atas transaksi yang dilakukan seorang
nasabah, ternyata nasabah IB Hasanah Card dapat melakukan pembayaran ta’widh tersebut melalui ATM dan Bank.
Pada dasarnya penggunaan ATM dan Bank untuk melakukan pembayaran ta’widh dimaksudkan untuk mempermudah
nasabah dalam melakukan pembayaran.
B. Mekanisme Perhitungan Biaya IB Hasanah
Card Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang
Jambi
Dalam
menentukan biaya yang dikenakan kepada pengguna IB Hasanah Card , PT. Bank BNI
Syariah menentukan beberapa jenis biaya. Biaya yang dikenakan disesuaikan
dengan jenis kartu, hal ini dimaksudkan agar mempermudah dalam mekanisme
perhitungan biaya yang dikenakan dan mempermudah nasabah dalam bertransaksi
dengan menggunakan kartu IB Hasanah Card. Setiap jenis kartu IB Hasanah Card
memiliki Limit Kartu yang telah ditentukan oleh pihak penerbit, adapun rincian
dari limit jenis kartu tersebut yaitu:[46]
Tabel
4.1. Limit kartu iB Hasanah Card
Classic
|
Gold
|
Platinum
|
|
Limit Kartu
|
Rp.
4000.000,-
|
Rp. 10.000.000,-
|
Rp. 40.000.000,-
|
Rp.
6.000.000,-
|
Rp. 15.000.000,-
|
Rp. 50.000.000,-
|
|
Rp.
8.000.000,-
|
Rp. 20.000.000,-
|
Rp. 75.000.000,-
|
|
Rp. 25.000.000,-
|
Rp. 100.000.000,-
|
||
Rp. 30.000.000,-
|
Rp. 125.000.000,-
(max Rp. 900.000.000,-)
|
Selain menentukan limit kartu pihak Bank
juga menentukan nasabah yang akan menggunakan IB Hasanah card dengan cara
menyeleksi nasabah. Hal ini di perjelas dari hasil wawancara yang diakukan oleh
peneliti dengan pihak bank Bagian Pemasaran IB Hasanah Card. Yang menjelaskan
bahwa :
“limit kartu yang diajukan oleh nasabah
belum tentu akan di Acc oleh pihak penerbit dalam hal ini BNI Pusat, karena
dalam menentukan pemberian limit kepada nasabah melalui analisis dari orang
pusat, bisa jadi limit yang diberikan kepada nasabah lebih besar atau lebih
kecil dari limit yang diajukan oleh nasabah”.[47]
Dalam menentukan nasabah yang akan
menggunakan IB Hasanah Card ini dimaksudkan agar nasabah tidak mengalami
keterlambatan dalam pembayaran tagihan. Seperti yang dituturkan oleh Staf BIC
PT. Bank BNI Syariah cabang Jambi bahwa :
“Maksud kami dari pihak bank menyeleksi
nasabah, kami melakukan demikian bukan kami bermaksud untuk membatasi nasabah
yang ingin menggunakan produk kami, akan tetapi karena kami ingin memiliki nasabah yang bertanggung
jawab dalam menyelesaikan pembayaran transaksi yang dilakukannya. dengan
ketentuan dilihat dari penghasilan bulanan, kebutuhan bulanan, bagi yang telah
menikah mencamtumkan berapa jumlah anak.”[48]
Selain itu pihak bank juga mengeluarkan
jenis biaya yang dikenakan kepada nasabah pengguna IB Hasanah card, adapaun
jenis biaya tersebut adalah :[49]
1.
Annual
Membership Fee (Iuran Tahunan)
Adapun
rincian dari biaya Annual membership Fee (Iuran
Tahunan) sebagai berikut:
Tabel
4.2. Annual
Membership Fee (Iuran Tahunan) iB Hasanah Card
Classic
|
Gold
|
Platinum
|
|
Kartu
Utama
|
Rp.
120.000,-
|
Rp. 240.000,-
|
Rp. 600.000,-
|
Kartu
Tambahan
|
Rp.
60.000,-
|
Rp. 120.000,-
|
Rp. 300.000,-
|
Sedangkan iuran tahunan untuk kartu kredit bank BNI
konvensional yaitu sebagai berikut :[50]
Tabel 4.3. Iuran Tahunan Kartu Kredit BNI Konvensional
|
|||||||||||||||
|
Dari
tabel iuran tahunan tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan jumlah jenis
kartu, pada bank BNI Syariah jenis kartu yang ada yaitu terdiri dari kartu
Classic, Gold, Platinum sedangkan kartu kredit BNI konvensional terdiri dari
Silver, Gold, Style Titanium dan Platinum. Kemudian untuk biaya yang dikenakan
pada masing – masing jenis kartu dari
dua bank tersebut adalah sama.
2.
Monthly
Membership Fee (Iuran Bulanan)
Adapaun rincian dari biaya Monthly Membership Fee (Iuran Bulanan)
sebagai berikut :
Tabel
4.4. Monthly Membership Fee (Iuran
Bulanan)
Classic
|
Gold
|
Platinum
|
|
Kategori
1
|
Rp.
118.000,-
|
Rp. 295.000,-
|
Rp. 1.180.000,-
|
Kategori
2
|
Rp.
177.000,-
|
Rp. 442.000,-
|
Rp. 1.475.000,-
|
Kategori
3
|
Rp.
236.000,-
|
Rp. 590.000,-
|
Rp. 2.212.500,-
|
Kategori
4
|
Rp. 737.000,-
|
Rp. 2.950.000,0
|
|
Kategori
5
|
Rp. 885.000,-
|
Rp.3.687.000,-
(max Rp. 26.550.000,-)
|
3.
Pembayaran Minimal 10% dari tagihan atau
sesuai cicilan
Minimal pembayaran dari tagihan 10%
merupakan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pihak penerbit yakni PT. Bank
BNI Syariah, yang mana ketentuan tersebut harus di taati oleh nasbah iB Hasanah
card. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan staf BIC yang mengatakan
bahwa :
“ia memang itu sudah ketentuan
dari kami, jadi ketetntuan tersebut memang harus di taati oleh setiap nasabah
kartu iB Hasanah, kalau untuk rumus bagaimana bisa ditetapkan 10% untuk minimal
pembayaran tagihan itu tidak ada. Memang sudah ketentuan kami dari pihak bank”[51]
4.
Biaya pengambilan tunai Rp. 25.000,- per
transakasi
Hal
tersebut sangat berbeda dengan kartu kredit bank BNI konvensional, unutk
biaya penarikan tunai kartu kredit BNI
konvensional yaitu sebesar 6%
dari jumlah penarikan tunai, atau Minimal Rp. 50.000,- untuk Kartu Silver dan
Gold. Minimal Rp. 100.000,- untuk kartu Titanium dan Platinum. [52]
Mengenai
keempat biaya dalam iB Hasanah Card tersebut diperjelas melalui wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan Staf BIC (Branch
Internal Control) yang menjelaskan bahwa :
“Pihak bank telah menetapkan biaya –
biaya yang dikenakan kepada nasabah seperti yang tertera pada brosur. Untuk Annual Membership Fee dan Monthly Membership Fee merupakan biaya
dari akad Ijarah (Akad Sewa) dan
nasabah minimal melakukan pembayaran tagihan minimal 10% dari tagihan atau
cicilan, kemudian ketika nasabah melakukan transaksi pengambilan tunai
dikenakan biaya Rp. 25.000,- per transaksi. Perlu diketahui bahwa biaya ini
dimaksudkan untuk membayar Master Card”[53]
Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa :
“Ketika seorang
nasabah IB Hasnah Card melakukan transaksi kemudian nasabah tersebut
mendapatkan surat tagihan atas transaksi yang dilakukanya, akan tetapi ketika
nasabah tersebut hanya membayarkan separuh atau 10% dari tagihan yang nasabah
dapatkan maka akan dikenakan biaya yang disebut Net Monthly membership Fee”
Untuk mengetahui mekanisme perhitungan biaya Net Monthly membership Fee peneliti
diarahkan untuk melihat dalam brosur, berikut perhitungan dari biaya tersebut:
Tabel.
4.5. Contoh perhitungan Net Monthly Membership Fee
A
|
Limit
Kartu Glod Kategori
|
Rp.
10.000.000,-
|
B
|
Monthly
Membership Fee
|
Rp.
295.000,-
|
C
|
Penggunaan
Kartu
|
Rp.
1.000.000,-
|
D
|
Outsanding
Setelah Pembayaran
|
Rp.
900.000,-
|
E
|
Cash Rebate
|
Rp.
(259.350.)
|
F
|
Net
Monthly Membership Fee
|
Rp. 35.650,-
|
Berikut penjelasan dari penjelasan mekanisme
perhitungan biaya Net Monthly Membership Fee limit kartu gold Rp.10.000.000,-,
dimana monthly fee nya Rp 295.000,-, tanggal 1 maret melakukan transaksi
belanja sebesar Rp.1.000.000,-, dimana ditanggih pada tanggal 18 Maret dan
jatuh tempo tanggal 8 April 2013, dimana pada tanggal 5 Maret 2013 melakukan
pembayaran sebesar Rp.100.000,-, maka outstanding (sisa hutang yang belum
dibayar) adalah Rp.900.000,-. Maka Net
Monthly Membership Fee adalah sejumlah Rp. 35.650,- ( Monthly Membership Fee – cash Rebate).
Dalam mekanisme perhitungan biaya iB Hasanah Card tersebut ada bentuk
apresiasi dari pihak bank yang diberikan kepada nasabah, bila nasabah melakukan
cicilan pembayaran tagihan. Bentuk apresiasi dari bank tersebut adalah Cash Rebate, hal ini sesuai dengan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti dengan Staf BIC beliau mengatakan bahwa :
“ Cash Rebate itu bentuk apresiasi kami
kepada nasabah, bila nasabah telah melakukan pembayaran tagihan dengan cicilan,
dan yang mengatur pemberian Cash Rebate adalah
pihak bank. Kemudian kami tidak mengenakan yang namanya bunga berbunga seperti
bank konvensional”[54]
Dari mekanisme perhitungan biaya iB Hasanah Card
bahwasanya pihak bank memberikan pelayanan yang terbaik untuk nasabah dengan
prinsip syariah, dimana dalam prosedur mekanisme perhitungan biaya mereka
melakukannya secara transaparan kepada nasabah dan dengan perhitungan yang
rill. Dari pihak bank juga memberikan beberapa keringanan biaya kepada nasabah,
terkhusus ketika nasabah melakukan sebuah transaksi dan membayar tagihan atas
transaksi tersebut dengan membayar sebgaian (mencicil), salah satu bentuk
keringanan yang diberikan oleh bank kepada nasabah ialah Cash Rebate.
C. Kesesuaian Tawidh (Ganti Rugi) Atas Keterlambatan pembayaran IB Hasanah Card
pada PT. BNI Bank Cabang Jambi dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004
Tentang Ganti Rugi (Ta’widh)
Ta’widh yang telah ditentukan
oleh PT. Bank BNI Syariah merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh nasabah
IB Hasanah Card ketika nasabah tersebut terlambat dalam melakukan pembayaran
tagihan atas transaksi yang pernah dilakukan, dalam hal ini ta’widh
akan dikenakan kepada nasabah
setelah mendapatkan tagihan baru setelah tanggal jatuh tempo bulan sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh karyawan Bank Staf Bagian Umum.
“Ta’widh dalam IB Hasanah Card itu
berlaku setelah tanggal jatuh tempo net monthly fee bulan pertama, misalkan
tanggal jatuh tempo 18 Maret (net monthly
membership fee), maka tanggal 18 April akan dikenakan ta’widh. Akan teteapi sepengetahuan kami, khusus nasabah iB Hasanah
Card di Jambi memang belum ada kasus seperti itu dalam arti nasabah belum ada
yang terlambat membayar tagihan, kalau memang ada pasti kami tahu hal itu”[55]
Kemudian peneliti juga disarankan
untuk menghubungi pihak Call center pusat guna memperoleh informasi tentang
ketentuan ta’widh. Setelah peneliti
menghubungi pihak call center dan dengan melakukan wawancara melalui via
telefon, pihak call center mengutarakan
bahwa :
“Begini pak,
untuk ketentuan ta’widh dalam IB
Hasanah Card akan dikenakan kepada nasabah ketika nasabah tersebut tidak
membayar tagihan atas transakasi yang dilakukan setelah ada surat tagihan kedua
setelah tanggal jatuh tempo bulan sebelumnya. Kemudian ta’widh ini merupakan ketentuan dan kebijakan dari kami yang harus
ditaati oleh nasabah penggguna IB Hasanah card diseluruh Indonesia. Untuk lebih
jelasnya bapak bisa melihat ketentuan ta’widh
melalui website resmi kami di www.bnisyariah.co.id, karena
ketentuan tersebut belum berubah sampai pada saat ini”[56]
Kemudian informasi mengenai ketentuan ta’widh yang peneliti dapatkan dari
website resmi PT. Bank BNI Syariah dapat dilihat pada table berikut:[57]
Tabel
4.6. Biaya Penagihan (Ta’widh)
Jenis Kartu
|
Classic
|
Gold
|
Platinum
|
x-Days
- 29 days
|
Rp.
15.000,-
|
Rp.
35.000,-
|
Rp.
110.000,-
|
30
- 59 days
|
Rp.
20.000,-
|
Rp.
50.000,-
|
Rp.
160.000,-
|
60
- 89 days
|
Rp.
25.000,-
|
Rp.
65.000,-
|
Rp.
220.000,-
|
90
- 119 days
|
Rp.
40.000,-
|
Rp.
100.000,-
|
Rp.
340.000,-
|
120
- 149 days
|
Rp.
50.000,-
|
Rp.
120.000,-
|
Rp.
410.000,-
|
150
- 179 days
|
Rp.
60.000,-
|
Rp.
150.000,-
|
Rp.
480.000,-
|
>
180 days
|
Rp.
320.000,-
|
Rp.
800.000,-
|
Rp.
2.800.000,-
|
Pihak PT. Bank BNI Syariah mengaplikasikan ta’widh dalam IB Hasanah Card
berdasarkan ketentuan yang ada dalam fatwa DSN No.43/VIII/2004, hal ini juga
dipaparkan oleh staf bagian umum dalam wawancara yang menyatakan bahwa :
“Kami(PT. Bank
BNI Syariah Cabang Jambi) sebagai perpanjangan tangan dari pihak pusat untuk
membantu memasarkan salah satu produk kami yaitu kartu kredit IB Hasanah Card,
dimana semua prosedur dan ketentuan dalam IB Hasanah Card mengikuti ketentuan
dari Fatwa Dewan Syariah Nasional. Contohnya seperti yang saudara tanyakan
mengenai ta’widh, nasbah akan
dikenakan ta’widh ketika nasabah
sengaja lupa membayar tagihan sementara sudah diingatkan baik melalui surat
tagihan dan via telefon, kemudian biaya yang kami tetapkan sesuai dengan biaya
riil yang kami keluarkan selama dalam proses penagihan dan proses penyelesaian pembayaran tagihan. Dan
satu lagi bahwa nasbah juga menyalahi akad”[58]
Kemudian penjelasan ini dilanjutkan
oleh wawancara peneliti dengan call center bagian pelayanan IB Hasanah Card sesuai
yang diarahkan oleh Staf bagian umum PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi, bahwa :
“Sesuai
dengan fatwa DSN yang ada bahwa kami sebagai pihak penerbit mengakui biaya
ganti rugi itu sebagai pendapatan kami dan jumlah biaya tersebut sudah kami
tetapkan, selanjutnya untuk masalah cara pembayarannya sesuai dengan ketentuan
kami yaitu melalui bank dan ATM. Seandainya nasabah kami juga tidak beretikat
baik untuk menyelesaikan tanggung jawabnya dan sudah dilakukan musyawarah maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritrase Syariah.”[59]
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan
ketua MUI provinsi Jambi untuk lebih jelas mendapatkan informasi mengenai ta’widh. Dan beliau menjelaskan bahwa :
“ Ta’widh yang diterapkan oleh PT. Bank
BNI Syariah cabang Jambi memang telah mengikuti fatwa DSN. Sedangkan konsep ta’widh dalam islam yaitu merupakan
pertanggungjawaban karena kelailaian yang telah dilakukan oleh seseorang dalam
sebuah akad. Contoh kecil secara umum, umpamanya seseorang meminjam uang kepada
teman atau tetangga, akan tetapi pihak yang berhutang tadi tidak melunasi tepat
pada waktunya, jadi orang yang memberi hutang boleh meminta ganti rugi sesuai
dengan kerugian yang dia alami, karena pihak yang berhutang sudah menyalahi
perjanjian awal. Meskipun dalam islam orang berhutang memang tidak dianjurkan,
dan ketika seseorang dalam kondisi berhutang dan tidak mampu melunasinya, maka
harus memberikan waktu untuk dapat melunasi hutangnya, dan apabila seseorang
mampu melunasi hutangnya dan dengan sengaja menunda – nunda pembayaran maka dia
berdosa. Akan tetapi lain halnya dengan bank, ketika nasabah yang berhutang
lalai dalam melakukan pembayaran dan menyalahi akad dan biasanya pihak bank
memberikan tenggang waktu untuk melunasi hutang tersebut akan tetapi jika
memang tidak juga dibayar maka pihak bank boleh meminta ganti rugi, karena bank
merupakan lembaga keuangan yang memang mengelola uang untuk mencari keuntungan.”[60]
Berdasarkan penjelasan mengenai ta’widh IB Hasanah Card Pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi bahwa
prosedur dan ketentuan ta’widh yang diterapkan sudah sesuai
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi
(Ta’widh). Keseuaian mengenai ta’widh dalam IB Hasanah Card dapat dilihat dari ketentuan dalam fatwa
yaitu :
1. Berdasarkan
ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/VIII/2004 tentang ta’widh, bahwa ganti rugi/ ta’widh
yang mereka kenakan kepada nasbah dikarenakan dengan sengaja atau karena kelalaian dari nasabah itu sendiri.
2. Berdasarkan
ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/VIII/2004 tentang ta’widh, bahwa ta’widh yang
pihak penerbit kenakan kepada nasabah merupakan biaya rill yang mereka
perhitungan secara jelas, dan mereka tidak menginginkan adanya keterlambatan
pembayaran tagihan oleh nasabah.
3. Kemudian
berdasarkan ketentuan umum dalam fatwa DSN No. 43/VIII/2004 tentang ta’widh, pihak penerbit mengenakan ganti
rugi atas keterlambatan karena nasabah IB Hasanah Card menyalahi akad- akad
yang ada dalam ketentuan IB Hasanah Card.
4. Berdasarkan
ketentuan khusus yang ada dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/VIII/
2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh) pihak penerbit IB Hasanah card
bahwa ganti rugi yang dibayarkan oleh nasabah kepada bank menjadi pendapatan
pihak bank, karena itu merupakan biaya yang pernah dikeluarkan oleh pihak bank
selama proses penagihan, kemudian untuk tatacara pembayaran disesuaikan dengan
kesepakatan para pihak, dalam hal ini antara bank dengan nasabah pengguna IB
Hasanah Card.
5. Kemudian
jalan terakhir dalam penyelesaian perkara keterlambatan pembayaran tagihan oleh
nasabah, pihak bank BNI Syariah mengikuti dari pada Fatwa Dewan Syariah
Nasional No. 43/VIII/2004 tentang Ganti rugi/Ta’widh yaitu melalui Badan Arbritase Syariah
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang
peneliti lakukan mengenai Ta’widh Pada IB Hasanah Card di PT. Bank BNI Syariah
Cabang Jambi, penelitian ini dapat
disimpulkan dengan beberapa kesimpulan diantaranya adalah :
1. Prosedur
pembayaran ganti rugi (Ta’widh) dalam
IB Hasanah Card atas keterlamabatan
pembayaran tagihan, dapat dibayarkan melalui ATM dan Bank. Dengan demikian
mempermudah nasabah dalam melaksanakan kewajibannya untuk membayar tagihannya.
2. Mekanisme
Perhitungan Biaya yang ada dalam IB Hasanah Card dilakukan secara transparan
dimana pihak penerbit mengenakan biaya yang ada sesuai dengan biaya rill yang mereka keluarkan Dan pihak penerbit
tidak mengenakan bunga berbunga. Tetapi mereka mengenakan ganti rugi (Ta’widh) atas keterlambatan pembayaran
tagihan oleh nasabah IB Hasanah Card.
3. Bahwasanya
Ta’widh dalam IB Hasanah Card di PT. Bank BNI Syariah
Cabang Jambi sudah Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah No.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi(Ta’widh). Hal ini sesuai dengan
penjelasan bahwa Ta’widh yang
dikenakan kepada nasabah karena kelalaian nasabah dalam membayar tagihan, ta’widh yang dikenakan merupakan biaya
rill yang dikeluarkan oleh bank baik dari proses penagihan sampai pada proses
pelunasan, kemudian biaya ta’widh merupakan
pendapatan bank dan tata cara pembayaranya sesuai dengan ketentuan bank yang
disepakati oleh nasabah, selanjutnya ketika nasabah tidak beretikat baik dalam
menyelesaikan tagihan, maka pihak bank mengadakan musyawarah dengan nasabah
untuk menyelesaikan perkara tersebut, apabila dalam musyawarah tersebut tidak
tercapai kesepakatan maka pihak bank menyelesaikannya melalui Badan Arbritase
Syariah.
B. Saran - Saran
Dengan hasil penelitian ini diharapkan kepada PT. Bank BNI Syariah Cabang Jambi
untuk dapat menjadi contoh bagi bank – bank syariah lainya sebagai bank yang
mampu dalam menjalankan dan menerpakan
prinsip- prinsip yang sesuai dengan syariah. Kemudian PT. Bank BNI
Syariah Cabang Jambi diharapakan terus bisa berkembang khususnya di produk Syariah Card (IB Hasanah
Card) dan tetap menjalankan aturan-aturan syariah yang ada didalamnya. Agar
masyarakat lebih mengenal dan dapat mempergunakan kartu kredit syariah dalm rangka
memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bertransaksi dengan aman dan mudah.
C. Kata Penutup
Alhamduilah
akhirnya Skripsi ini telah dapat diselesaikan oleh penulis meskipun didalam
skripisi ini masih banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun penyusunan
kata-kata. Besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi
agama,bangsa, nusa, dan Negara.
[1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 Tentang
Perbankan syariah
[7] Deno arisandi, Kartu Kredit Syariah, http://kartukreditislam.blogspot.com/ akses 10
januari 2013
[9] Monzer Kahf dkk, Tanya Jawab
Keuangan dan Bisnis Kontemporer Dalam Tinjauan Syariah, ( Solo : PT. Aqwam
Media Profetika, 2010), hlm. 34.
[11] Azharsyah Ibrahim, Kredit
dalam Hukum Syariah (Kajian terhadap Akad dan Persyaratannya, Fakultas
Syariah, IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2010) hlm, 12.
[13] Veithzal Rivai dkk, Bank And
Financial Institution Management, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2007),
hlm. 1363.
[16] Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman,
Banking Card Syari’ah, (Jakarta
: RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 178.
[17] Nurulhidayah, Konsep Ganti
Rugi Dalam Islam, ( PDF Version 1.4 . 2011)
http://digilib.sunan-ampel.ac.id,
akses 27 april 2013
[22] Abdul Wahab Ibrahim Abu Sulaiman,
Banking Card Syari’ah Kartu Kredit
dan Debit Dalam Perspektif Fiqih, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2006),
hlm. 184.
[24] Muhammad, Metodologi
Penelitia Ekonomi Islam (Pendektan Kuantitatif), (Jakarta : Rajawali Press,
2008), hlm. 103.
[25] Muhammad Iqbal Hasan, Pokok-Pokok
Penelitan Statistik 1 (Statistik Deskriftif), Cet 2, (Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2003), Hlm. 33.
[26] Lexy J. Meleong. Metodologi
Penelitian Kuantitatif Kulaitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005),
hlm. 157.
[27] Andi Prastowo, Metode
Penelitian Kualitatif (Dalam Perspektif Rancangan Penelitian),(Jogyakarta :
Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 190.
[28] Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.199.
[30] Sugiyono, Metode Penelitian
Pendidikan(pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R & D), ( Bandung : Alfabeta.Cet. Ke 6. 2007),
hlm. 329.
[31] Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitataif (Edisi Revisi 21),
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Pffset. 2005), hlm. 149-150.
[32] Veithzal rivai dkk, Bank And
Financial Institution Management, (Jakarta . PT Rajagrafindo Persada.
2007), hlm. 1367.
[35] Abdullah Al-Muslhlih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm.
305.
[40] Dewi Nurul Musjtari,
Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Perbankan Syariah,(Yogyakarta : Parama
Publishing, 2012), hlm. 197.
[59] Wawancara dengan Olga (Staf Bagian Layanan IB hasanah Card) Call
center, Via Telefon, 2 April 2013.
[60] Wawancara dengan Bpk. Tarmidzi Kadir, Ketua MUI Provinsi Jambi,
Lrg. Ibrahim Perum. Amuntai 2 No. 37, 15 Mei 2013